TEMPO Interaktif, Solo -Kelompok pendukung Komisi Pemberantasan Korupsi di Solo yang menamakan diri Petisi Solo meminta agar kepolisian dikembalikan ke Departemen Dalam Negeri. Menurut seorang pengunjuk rasa Muhammad Taufik, kepolisian adalah orang sipil bersenjata yang akan sangat berbahaya ketika tidak ada yang mengontrol dan mengawasi.
“Saat ini kepolisian sudah bersikap jumawa dan semena-mena karena merasa memiliki kewenangan yang lebih dari institusi lain. Mereka bisa menangkap warga sipil, bahkan militer,” katanya, dalam unjuk rasa di depan Monumen Pers kota Solo, Sabtu (7/11).
Dengan menjadi bagian dari Depdagri, maka kepolisian akan lebih mudah dikontrol, baik oleh pihak departemen hingga walikota atau bupati di tingkat daerah. Dia menambahkan, 10 November mendatang pihaknya akan mengadakan unjuk rasa besar-besaran di Depdagri terkait tuntutan yang sama. Mereka berencana akan mengenakan topi polisi namun memakai seragam pegawai Depdagri.
Selain meminta kepolisian dikembalikan di bawah Depdagri, pengunjuk rasa juga meminta Kapolri mengundurkan diri karena membiarkan Anggodo Widjaja bebas. “Jaksa Agung juga harus mundur karena institusi yang dipimpinnya terbukti menjadi konspirator pembusukan hukum dan sarang penyamun,” tandas pengunjuk rasa lainnya Alif Basuki.
Mereka juga meminta tim pencari fakta kasus Bibit-Chandra dibubarkan karena tidak independen dan hanya jadi bumper Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. “Juga hukum seberat-beratnya siapa saja yang terlibat dalam rekaman rekayasa kriminalisasi KPK. Dan bagi penegak hukum ditambah sepertiga dari hukuman masyarakat awam,” tutur Alif.
UKKY PRIMARTANTYO