"Kepemimpinan nasional 2004-2009 tidak cukup menampilkan performa memuaskan, komitmennya kepada HAM normatif," ujar Bonar Tigor Naipospos wakil ketua Setara Institute saat konferensi pers di Hotel Century Jakarta, Senin (12/10). Menurut dia 56 program yang terlaksana mayoritas hanya program internal departemen. Sebagian lagi program penerapan standar norma Hak Asasi Manusia bidang ekonomi, sosial dan budaya (ekosob) dengan kualitas minimim.
Lemahnya kinerja pemerintah dalam penegakan Hak Asasi Manusia disebabkan oleh kemauan politik yang rendah, minimnya dukungan birokrasi lintas departemen dan pemerintah daerah, perencanaan tidak disertai penganggaran dan ketidakmampuan pelaksana rencana aksi nasional Hak Asasi Manusia di daerah.
Untuk pemerintahan kedepan, Setara institute mengusulkan tujuh itu utama penegakan Hak Asasi Manusia. Yaitu jaminan kebebasan berekspresi, penghapusan hukuman mati, jaminan kebebasan beragama/berkeyakinan, pemutusan pelembagaan impunitas dan penyelesaian pelanggaran Hak Asasi Manusia masa lalu, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi bagi Aceh dan pencabutan Qanun Jinayat, jaminan kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan dan akses modal bagi masyarakat miskin serta legislasi populis bagi penegakan Hak Asasi Manusia. "Kepemimpinan nasional baru diharapkan mengadopsi tujuh prioritas utama HAM itu kedalam agenda 2009-2014," ujar Bonar.
Setara menilai pemerintah gagal memuluskan kebebasan berekspresi di negeri ini. Contohnya adalah masih gencarnya kriminalisasi terhadap pers atau pekerja media. "UU Pers tidak mampu menangkal jerat kriminalisasi KUHP terhadap pekerja media yang dituduh mencemarkan nama baik," ujarnya. Setara juga mengkritik masih tersisanya beberapa tahanan politik di Aceh, Papua dan Ambon.
Kekerasan yang menimpa Ahmadiyah beberapa waktu lalu juga dianggap bukti kegagalan pemerintah dalam menjamin kebebasan beragama. "Lebih dari dua tahun terakhir pengungsi Ahmadiyah di Nusa Tenggara Barat tidak memperoleh hak asasinya untuk menjalankan keyakinan, begitu juga dengan jaminan hak hidup yang layak," ujar Bonar.
Tidak seriusnya pemerintah dalam penegakan Hak Asasi Manusia juga terlihat dari penuntasan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang tidak maksimal. Kasus Trisakti, Semanggi I dan II serta Wamena6-Wasior sampai sekarang masih stagnan. "Pemerintah atau kejaksaan menolak meneruskan kasus ini karena dianggap kurang lengkap, ini kan membuat kita mempertanyakan political will pemerintah," kata Bonar.
Setara merekomendasikan agar penyusunan Ranham lebih baik dan komprehensif. Didukung oleh politik anggaran yang serius ditingkat pusat dan daerah. "Dan komnas Hak Asasi Manusia juga harus diperkuat misalnya dengan pemberian hak penyidikan dan penuntutan," kata Hendardi Ketua Setara ditempat yang sama. "Harus ada amandemen Undang Undang Hak Asasi Manusia dan Undang Undang Pengadilan Hak Asasi Manusia"
TITIS SETIANINGTYAS