TEMPO Interaktif, Bandar Lampung - Sejumlah pedagang daging babi di Bandar Lampung memilih menutup usahanya untuk menghidari kerugian lebih besar. Sejak isu flu babi merebak, omset penjualan anljok.
"Separuh lebih pedagang daging babi di pasar ini tidak lagi berjualan," kata Rudy Ahkiong, pedagang daging babi di Pasar Smep Bandar Lampung, Selasa (14/07).
Di lantai tiga pasar itu, biasanya 12 penjual dagang babi menjajakan daging babi segar. Kini, hanya lima pedagang saja yang berjualan. Mereka umumnya mengeluhkan penurunan omset hingga 70 persen.
"Untuk menjual dua ekor babi saja sudah payah. Padahal biasanya rata-rata kami mampu menjual hingga tujuh ekor setiap harinya," tambahnya.
Para pedagang telah berupaya agar tetap bertahan dengan melakukan banting harga. Harga daging babi mereka obral hingga Rp 20 ribu per kilogram, sebelumnya dari Rp. 35 ribu per kilogram.
Kendati sudah banting harga, sambung Anton pedagang lainnya, jurus ini gagal menarik minat konsumen. Mereka khawatir terkena flu babi.
Menurut Anton konsumen terbanyak daging babi adalah warga dan rumah makan Tionghoa.
Keluhan serupa juga dilontarkan pedagan daging babi di pasar Kangkung Bandar Lampung. Di pasar yang dekat dengan Kampung Pecinan, penjualan daging babi nampak sepi. Sejumlah pedagang bahkan harus membekukan daging babi agar tidak lekas busuk.
NUROCHMAN ARRAZIE