TEMPO Interaktif, Jakarta: Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan kejaksaan agung akan terus memburu terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali senilai Rp 546 miliar, Djoko Tjandra. "Keberadaannya (Djoko Tjandra) dicari terus," ungkap Hendarman kepada wartawan di sela-sela Rapat Dengar Pendapat dengan Panitia Khusus RUU Pengadilan Tipikor di Gedung MPR/DPR, Rabu (17/6).
Dia menambahkan, Kejagung sudah mendorong agar tim pemburu koruptor yang melibatkan tim imigrasi dan interpol untuk segera bergerak cepat. "Oh ya, nanti akan melibatkan (interpol), tapi kita masih fokus ke tim pemburu koruptor ada imigrasi, interpol dan segala macam," katanya. Namun, kata Hendarman, dalam pengejaran ini kejaksaan tidak mematok target.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung sudah melayangkan surat panggilan kepada Djoko Tjandra pada Jumat 12 Juni untuk menjalani eksekusi putusan Mahkamah Agung pada Selasa 16 Juni di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Kasus ini juga menjerat Mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin.
Saat ini, Syahril telah dieksekusi dan dijebloskan ke LP Cipinang, namun pemilik PT Era Giat Prima (EGP) Djoko Tjandra masih dalam pengejaran. Majelis hakim MA menjatuhkan vonis terhadap Djoko dan Syahril masing-masing 2 tahun penjara dan denda Rp 15 juta. Keduanya sudah memenuhi pelanggaran tindak pidana korupsi dalam perkara cessie Bank Bali Rp 546 miliar.
Dalam penangkapan Djoko, Menurut Hendarman, Kejaksaan Agung sudah bergerak cepat. Kejaksaan, kata dia, telah mengambil langkah awal pencekalan terhadap Djoko Tjandra kepada pihak imigrasi. "Begitu ada keputusan kemarin, kita dengar putusannya sore hari dan kita langsung minta untuk dicekal. Keberadaannya pun dicari terus," katanya.
Selama ini, kata dia, Djoko belum diketahui keberadaannya. "Kita panggil sekali tidak datang, kita cari ke rumahnya tidak ada. Sekarang kita buru terus dan ternyata dia sudah lari dari wilayah Indonesia sejak lima bulan yang lalu," tutur Hendarman. "Yang pasti kita kirim lagi surat pemanggilan kedua," imbuh Hendarman.
Ditanya dugaan keterlibatan anggota DPR Setya Novanto yang juga merupakan direksi PT EGP, Hendarman mengaku belum mengusut lebih lanjut. "Kami belum membaca keputusan MA secara utuh. Kami belum akan melakukan tindakan apa-apa," ujarnya.
Ketua Komisi Hukum DPR Trimedya Panjaitan menilai Kejaksaan Agung telah melakukan kelalaian sehingga lolosnya seorang terpidana.
"aparat kejaksaan agung seharusnya segera berkoordinasi dengan pihak imigrasi untuk mencekal, begitu ada putusan yang disampaikan minggu lalu. Kejagung yang tidak responsif dalam mengamankan terpidana," ujarnya.
Padahal, kata dia, kejaksaan agung sudah berpengalaman dalam kasus serupa. "Tapi kok kali ini begitu cepat, Djoko Candra ke luar negeri," katanya. Apalagi, lanjut dia, kejaksaan tidak mengamati bahwa Djoko Candra merupakan konglomerat yang memiliki akses ke luar negeri yang mudah.
Trimedya meminta kejaksaan segera melakukan kontak dengan interpol dengan berkoordinasi dengan kepolisian. "Koordinasi itu harus cepat, agar terpidana bisa segera dihadirkan," katanya.
EKO ARI WIBOWO