TEMPO Interaktif, BANDUNG:—Inspektorat Jenderal Departemen Pendidikan Nasional tengah menurunkan tim untuk membuktikan laporan kebocoran soal ujian nasional di sejumlah daerah. Penyelidikan itu dimulai dari percetakan soal ujian. “Ada 22 laporan pelanggaran ujian nasional yang kami terima,” kata staf ahli bidang hubungan internasional dan umum Depdiknas Herwindo Haribowo di Bandung, Kamis (7/5).
Menurutnya, tim tersebut juga dibantu aparat kepolisian. Hasil kerja tim diperkirakan baru akan selesai pekan depan. Jika ada guru atau kepala sekolah yang terlibat, katanya, akan dikenai sanksi berupa teguran hingga penurunan jabatan. “Bisa juga nanti dipidanakan,” ujarnya.
Dibanding tahun lalu, kata Herwindo, laporan indikasi kecurangan ujian nasional di tingkat sekolah menengah pertama dan atas itu menurun. Pada 2008, departemen menerima lebih dari 40 laporan. Di Bandung sendiri, katanya, tidak ada indikasi kecurangan. “Kebenaran SMS (kinci jawaban) itu belum tentu,” dalihnya.
Sebelumnya, Federaasi Guru Independen Indonesia (FGII) Jawa Barat melaporkan temuan SMS kunci jawaban yang beredar di kalangan siswa sekolah menengah pertama dan atas ke polisi. Dari hasil pemeriksaan sendiri untuk soal matematika SMA, misalnya, salah satu dari 5 versi kunci jawaban itu benar seluruhnya.
Sementara itu pengamat pendidikan Arief Rachman, di Bandung, memperkirakan ada 300 lebih kasus kebocoran ujian nasional di seluruh provinsi. Berdasarkan pengalaman dan laporan kecurangan tahun lalu, pola pelanggaran itu masih tetap sama. “Ada upaya melakukan pembocoran dan pembentukan tim sukses ujian nasional di sekolah,” tandasnya.
Kesalahan itu, lanjutnya, tidak saja dilakukan oleh para pendidik, tapi juga masyarakat. Sebagai pendidik, dia menyesalkan karena siswa diluluskan dengan cara tidak benar. Ke depan, dia mengusulkan agar pemerintah memakai standar mutlak dan norma untuk kelulusan.”Perhitungkan (nilai kelulusan) sesuai kondisi pendidikan di daerah itu, jangan terpusat,” katanya.
ANWAR SISWADI