TEMPO Interaktif, Malang:Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menangani dugaan adanya pelanggaran HAM di Rumah Sakit Syaiful Anwar (RSSA) Malang. Menurut Komisioner Komnas HAM, Syafrudin Ngulma Simeulue, penanganan ini berdasar atas laporan dari dr Safarudin Refa, staf medis di RSSA Malang. "Melalui kuasa hukumnya, pelapor mengadukan pelanggaran HAM," kata Komisioner Komnas HAM, Syafrudin Ngulma Simeulue usai meminta keterangan pelapor di RSSA Malang, Kamis (12/3).
Dalam menangani laporan ini, Komnas HAM meminta keterangan tiga pihak. Pertama adalah Direktur RSSA yang bertanggungjawab atas manajemen rumah sakit. Kedua adalah Fakultas Hukum Universitas Brawijaya yang menjadi koordinator staf medis di RSSA Malang. Pihak ketiga yang dimintai keterangan adalah pelapor yaitu Safarudin Refa. "Hasilnya berupa rekomendasi yang akan diberikan ke pihak-pihak yang terlibat dalam masalah ini," ujar Syafrudin Ngulma. Komnas HAM bisa menangangi kasus dugaan HAM secara perorangan karena kasus belum dimasukkan dalam ranah hukum pidana dan perdata.
Kuasa Hukum Safarudin Refa, Masbuhin mengakui memang mengadukan manajemen RSSA ke Komnas HAM atas dugaan pelanggaran HAM terhadap Safarudin Refa. Menurutnya, manajemen RSSA telah melanggar PAsal 14, 17, dan 18 Undang-undang No 39 Tahun 1999 tentang HAM. Manajemen RSSA telah membunuh karakter, membelenggu rasa keadilan, menghalangi mendapatkan pekerjaan yang layak, dan membatasi pengembangan potensi diri Safarudin Refa," katanya.
Pelanggaran HAM yang dilakukan manajemen RSSA adalah dengan menghentikan secara semena-mena Safarudin Refa dari jabatannya sebagai Kepala Staf Medik Fungsional (SMF) Mata Rumah Sakit Syaiful Anwar (RSSA) Malang. Selain itu juga manajemen telah melakukan pengosongan ruangan kerja Safarudin Refa secara paksa.
Safarudin Refa diberhentikan dari jabatannya pada 20 November 2008. Alasan pemberhentian karena Safarudin diangga menciptakan kondisi yang tidak kondusif dengan memberikan berbagai pernyataan di media massa terkait kasus dugaan korupsi yang disangkakan kepadanya. "Manajemen RSSA telah melanggar HAM dengan mengekang kebebasan berekspresi," tutur Masbuhin.
Manajemen RSSA tak ada yang berkomentar terkait penanganan dugaan kasus pelanggaran HAM oleh Komnas HAM.
Safarudin Refa terlilit kasus dugaan korupsi ODC Mata RSSA. Kejaksaan Negeri Malang kemudian menetapkannya sebagai tersangka. Safarudin Refa dianggap bertanggungjawab atas tidak masuknya retribusi jasa pelayanan khusus ke Pemprov Jatim.
Retribusi jasa pelayanan yang tak dibayarkan antara lain retribusi peralatan operasi. Setiap pasien yang melakukan operasi di RSSA dikutip sewa sarana operasi. Besar sewa peralatan operasi ini berkisar antara Rp 400 ribu hingga Rp 500 ribu. Karena tak disetorkan, pengelola telah melanggar Peraturan Daerah Pemprop Jatim No 10 tahun 2002.
Penanganan kasus ini berbau tak sedap. Dua pejabat kejaksaan dituduh telah memeras dr Safarudin Refa sebessar Rp 50 juta. Kedua pejabat adalah Abdul Muid, Kepala Seksi Pidana Khusus dan Lalu Syarifudin, Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Malang.
Kasus pemerasan ini dilaporkan Safarudin ke Komisi Kejaksaan dan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan pada 19 September 2008. Safarudin mengaku membeberkan kasus pemerasan ini karena ingin menguak konspirasi antara aparat Kejaksaan dan pejabat RSSA Malang dalam kasus korupsi ODC Mata. Kejaksaan Agung kemudian menurunkan Tim Khusus untuk memeriksa dugaan kasus pemerasan ini. Namun, hasil pemeriksaan hingga kini belum ada.
BIBIN BINTARIADI