TEMPO Interaktif, Jakarta: Peneliti Lembaga Demografi Universitas Indonesia Abdillah Ahsan menilai fatwa haram rokok dengan empat kriteria yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia hanya berdampak kecil terhadap pengurangan konsomsi rokok.
"Kecuali ada larangan untuk lelaki dewasa, itu dampaknya besar," jelasnya ketika dihubungi Senin (26/1). Lelaki perokok dewasa diperkirakannya berjumlah sekitar 80 persen dari total konsumsi.
Majelis mengeluarkan fatwa haram merokok pada ibu hamil, pengurus majelis, anak-anak dan di tempat umum. Selain keempat kriteria tersebut, kata Ahsan, tentu orang menganggap merokok dibolehkan. Orang bisa saja merokok lebih banyak di rumah daripada di tempat umum. Akibatnya konsumsi rokok tetap tinggi.
Adapun sasaran ibu hamil, lanjutnya, tidak signifikan karena perokok wanita dewasa saja hanya 4 persen. "Yang hamil lebih sedikit lagi." Begitu pula anak-anak. Anak-anak, karena tidak punya pendapatan, maka konsumsi rokoknya tidak mempengaruhi pendapatan industri rokok.
Namun, fatwa Majelis tersebut diakuinya bagus untuk mencegah anak mencoba merokok. "Bisa jadi landasan orang tua untuk melarang anaknya," tambahnya," Dengan catatan semuanya dipatuhi."
Ia melihat banyak fatwa yang dikeluarkan majelis dianggap sebelah mata oleh masyarakat seperti bunga bank, menonton acara hiburan. Akibatnya fatwa jadi sia-sia. Namun, paling tidak diakuinya Majelis sudah peduli pada kesehatan masyarakat.
Sementara petani tembakau, kata Ahsan, harus melihat permasalahan ini secara profesional. Dampak haramnya merokok ini masih sangat panjang bagi petani. "Itu pun kalau fatwa dipatuhi," ujar Ahsan mengulang pernyataanya.
Petani boleh khawatir, lanjutnya, kalau fatwa haram rokok diberlakukan benar-benar melarang produksi rokok dan merokok bagi siapapun.
DIANING SARI