TEMPO Interaktif, Jakarta: Sejumlah warga dari suku Amungme dan Komoro di Timika, Papua, menagih pembagian 1 persen dari laba kotor tambang PT Freeport Indonesia. Pembagian laba itu dicetuskan dalam perjanjian kesepahaman (Mou) antara dua suku besar tersebut dengan Freeport pada 2000.
"Sudah delapan tahun belum ada realisasi," ujar Markus Bugaleng, Kepala Suku Amugme yang hari ini datang ke kantor Freeport di Plaza 89 Kuningan, Jakarta. "Berapa laba kotor Freeport kami belum tahu. Begitu juga nilai satu persennya, tidak jelas," kata Markus kepada Tempo.
Selain pembagian keuntungan, menurut Markus, dalam MoU juga disebutkan perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu akan membangun berbagai fasilitas untuk penduduk, seperti pendidikan, pembangunan jalan, pengembangan ekonomi rakyat, dan bantuan sosial. "Sampai sekarang dua suku besar belum terima apa-apa dari Freeport," katanya.
Upaya menagih ke kantor Freeport di Tembagapura, menurut Markus, sudah tak terbilang jumlah kedatangannya. Tapi, katanya, semakin sering datang menagih kian panjang kegagalan warga memperjuangkan tuntutannya.
Kedatangan penduduk asli Papua ini diantar lembaga swadaya Indonesian Human Rights Committee for Social. Menurut Muhammad Taufik, aktivis lembaga itu, ada tujuh kepala suku dari tiga desa sekitar Tembagapura yang akan diterima PT Freeport.
Baca Juga:
Elik S