TEMPO Interaktif, Jakarta: Pakar hukum pidana dari Univesitas Indonesia, Rudy Satrio menyatakan, persidangan kasus pemalsuan dokumen paspor dengan tersangka Vincentius Amin Sutanto tidak harus digelar di Potianak, Kalimantan Barat.
Menurut Rudi, persidangan Vincent bisa dilakukan di Jakarta. "Ada ketentuannya dalam hukum acara pidana, bahwa persidangan bisa dilakukan tidak di tempat terdakwa melakukan pidananya (locus delicti)," ujar Rudi Satryo saat dihubungi melalui telepon genggamnya, Sabtu (13/9).
Salah satu pertimbangannya, kata Rudi, keberadaan Vincent dan beberapa saksi di Jakarta. Ia menyatakan bahwa saksi kasus pemalsuan paspor itu bisa diwakili instansi imigrasi yang ada di Jakarta. "Artinya bisa diwakili oleh instansi imigrasi," kata Rudy.
Rudy menjelaskan, pada dasarnya persidangan harus dilakukan di tempat terdakwa melakukan tindak pidana. Saat itu, penempatan terdakwa harus berada dalam wilayah, di mana persidangan akan dilakukan. Tapi dalam kasus Vincent ini terdakwa dan para saksi lebih banyak di Jakarta.
"Sehingga persidangan bisa memenuhi kaidah cepat,mudah dan sederhana," ujarnya.
Vincent, terpidana 11 tahun perkara pencucian uang sekaligus saksi kunci dugaan penggelapan pajak Rp 1,3 triliun oleh Asian Agri Grup, Kamis lalu diboyong ke Pontianak, Kalimantan Barat. Ia hendak dihadapkan ke pengadilan dalam perkara pemalsuan dikumen paspor. Namun, setiba di Pontianak Vincent dibawa balik lagi ke Jakarta oleh aparat yang mengawalnya. Penyebabnya, karena jadwal sidang di Pontianak beum jelas.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Andu Matalatta, mengatakan Vincent baru akan dipinjamkan ke Kalimantan Barat apabila jadwal sidang sudah jelas, baik hari maupun tanggalnya. Vincent yang semula dipenjara di Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Pusat,kini dipindak ke Lembaga Pemasyarakatan Cipinang.
Cheta Nilawaty