Koran Tempo, Jakarta:
JAKARTA -- Sebanyak 26 kelompok penggiat kemerdekaan pers mengajukan amicus curiae (pernyataan para teman) kepada Mahkamah Agung terkait dengan peninjauan kembali kasus majalah Time versus Soeharto. "Ini merupakan tambahan informasi buat majelis hakim agung yang memeriksa perkara," ujar kuasa hukum kelompok tersebut, Darwin Aritonang, di Jakarta kemarin.
Kelompok yang memberikan pernyataan ini antara lain Dewan Pers, PT Tempo Inti Media, PT Bina Media Tenggara, Aliansi Jurnalis Independen, dan harian Jakarta Post.
Darwin menjelaskan pernyataan ini merupakan pandangan dari sejumlah perusahaan media nasional dan internasional, lembaga swadaya masyarakat, asosiasi wartawan nasional dan internasional, serta asosiasi advokat asing yang berkepentingan atas dampak kasus ini terhadap pers dan sistem hukum di Indonesia.
Pengajuan amicus curiae, yang baru dilakukan sekarang, menurut Darwin, karena di tingkat Pengadilan Negeri dan Tinggi, kasus majalah Time menang. Kekalahan di tingkat kasasi, menurut para pemohon, putusannya tidak masuk akal. "Ada kepentingan dalam putusan kekalahan majalah Time," ujar Darwin. Adanya amicus curiae ini diharapkan putusan MA bisa dibatalkan atau ditinjau kembali.
Pada Agustus tahun lalu, MA memenangkan gugatan mantan presiden Soeharto terhadap majalah Time Asia atas kasus pencemaran nama baik pemberitaan Time edisi 14 Mei 1999 Volume 153 Nomor 20, yang menulis artikel tentang kekayaan Soeharto. Dalam putusannya, Time diperintahkan membayar ganti rugi imateriil senilai Rp 1 triliun kepada Soeharto.
Kuasa hukum majalah Time Asia, Todung Mulya Lubis, menyatakan penerapan amicus curiae pada kasus ini menyangkut kepentingan publik. "Hukum wajib menggali nilai-nilai hukum yang ada di masyarakat." Hukuman denda Rp 1 triliun kepada majalah Time merupakan bentuk hukuman kepada semua media.
Anggota Dewan Pers, Abdulah Alamudi, merasa ini adalah waktu yang tepat untuk mengajukan amicus curiae. "Media di Indonesia saat ini menghadapi ancaman yang sangat besar," ujar Alamudi. Pihak-pihak yang melanggar hukum, tutur Alamudi, justru menggunakan undang-undang untuk membungkam pers. Putusan terhadap majalah Time ditakutkan menjadi contoh bagi hakim yang menangani kasus dengan media. DIANING SARI