Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

RUU Komisi Rekonsiliasi Disetujui DPR dengan Catatan

image-gnews
Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta: Seluruh fraksi yang hadir dalam Rapat Paripurna DPR menyetujui RUU Komisi Kebenaran Rekonsiliasi (KKR) dijadikan undang-undang dengan sejumlah catatan. Setelah disetujui, anggota Dewan mengharapkan pemerintah selekasnya mempersiapkan pembentukan KKR guna menyelesaikan kasus-kasus kejahatan HAM yang terjadi sebelum UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM berlaku. Dari seluruh fraksi yang setuju, hanya Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia (FKKI) yang menerima dengan catatan keberatan-keberatan yang ada dalam pasal-pasal RUU itu. Setidaknya, ada enam poin keberatan yang disampaikan FKKI melalui juru bicaranya Hamid Mappa. "Jika komisi sudah terbentuk, harus disempurnakan lagi melalui amandemen undang-undang," kata Hamid ketika memberikan pandangan akhir fraksinya. Beberapa keberatan yang diajukan FKKI adalah terkait batas waktu (pasal 27), jumlah anggota komisi (pasal 32), sumber pembiayaan, dan mekanisme proses pengungkapkan kebenaran. Menurut Hamid, pasal 27 mengandung kelemahan kompensasi dan rehabilitasi baru diberikan kepada korban setelah pelaku diberikan amnesti. Terkait batas waktu, FKKI menghendaki ada pembatasan waktu kasus kejahatan yang diungkap kebenarannya. Hamid juga menyoal jumlah anggota komisi yang ditetapkan hanya 21 orang tak sebanding dengan jumlah provinsi di Indonesia. Pasal 32 yang mengatur 4 anggota komisi dalam pengambilan keputusan sulit dilakukan karena genap. Sumber pendanaan sebaiknya bukan hanya dari APBN, tapi ada dari sumber-sumber lain. Mengenai semua proses pengungkapan kebenaran, sebaiknya terbuka. Fraksi TNI/Polri yang juga menerima RUU itu dijadikan undang-undang juga memberikan catatannya. Juru bicara dari Fraksi TNI/Polri Sutidarno Nurhadi mengatakan kerja komisi yang mengungkap kebenaran harus bisa menjamin tidak menimbulkan persoalan baru. "Komisi KKR tidak menjadi media pembenaran kegiatan makar dari NKRI dan tidak menjadi pembenaran peristiwa pengkhianatan bangsa," kata dia. Fraksi ini juga mengajak agar pelaksanaan KKR selalu mendulukan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi dan golongan.Menurut Ketua Pansus KKR Sidarto Danusubroto, pembahasan pansus memakan waktu 13 bulan. Pansus ini merupakan amanah dari Tap MPR No. 5 Tahun 2000 tentang Persatuan Nasional dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Menurut Sidarto, UU Pengadilan HAM ini tak bisa mengungkapkan kasus-kasus kejahatan HAM sebelum undang-undang itu lahir. Juru bicara dari Fraksi PDI Perjuangan Suwarno mengatakan Komisi Kebenaran diharapkan dapat mengatasi pelanggaran HAM berat dan mengungkapkan kebenaran. Komisi juga diharapkan bisa mengungkap pelaku dan korban kejahatan HAM masa lalu. Setelah kebenaran dibuka, pelaku berpeluang mendapatkan amnesti dan bagi korban berpeluang mendapatkan kompensasi, rehabilitasi, dan restitusi. Pelaku yang menolak meminta maaf pada korban ataupun yang meminta maaf korban tapi ditolak korban, maka pelaku disarankan dibawa ke pengadilan ad hoc. Korban sendiri, karena pelaku tak mendapatkan amnesti karena tak mau minta maaf atau permintaan maafnya ditolak, tak akan mendapatkan rehabilitasi dan kompensasi. Poin inilah yang membuahkan kekecewaan korban pelanggaran HAM masa lalu. Mereka kecewa DPR menyetujui RUU KKR itu menjadi undang-undang. RUU yang disahkan itu kurang memiliki semangat membela korban. "Seolah-olah korban di posisi lebih rendah dari pelaku," kata Supardi Atmo, korban 1965 yang dipenjara tanpa proses pengadilan sejak 1965 hingga 1979, yang juga ikut menyaksikan sidang. Istiqomatul Hayati - Tempo News Room
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Kilas Balik Janji Presiden Jokowi Cari Wiji Thukul

7 Januari 2023

Mbak Pon dan Wiji Thukul dalam unggahan Wahyu Susilo. Foto : Instagram/wahyususilo
Kilas Balik Janji Presiden Jokowi Cari Wiji Thukul

Sampai Sipon meninggal dunia, Wiji Thukul masih berstatus orang hilang. Padahal, Presiden Jokowi pernah berjanji mencari Wiji Thukul.


Jaksa Agung Sebut Penyelesaian Kasus HAM Masa Lalu PR Bersama

5 Juni 2018

Jaksa Agung Dikecam karena Kaitkan IPK dengan Penuntutan
Jaksa Agung Sebut Penyelesaian Kasus HAM Masa Lalu PR Bersama

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu bukan hanya pekerjaan rumah Kejaksaan Agung.


Prasetyo Sarankan Kasus HAM Masa Lalu Diselesaikan Non Yudisial

10 Januari 2018

Kiri-Kanan: Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan (KKP), Zulficar Mochtar; Inspektur Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Muhammad Yusuf; Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejaksaan Agung, Nur Rahmat; dan Hakim Mahkamah Agung, Surya Jaya dalam konferensi pers The International Fish Force Academy of Indonesia (IFFAI) ke-2 di kantor pusat KKP, Jakarta Pusat, Senin, 11 Desember 2017. Tempo/Fajar Pebrianto
Prasetyo Sarankan Kasus HAM Masa Lalu Diselesaikan Non Yudisial

Jaksa Agung HM Prasetyo mencontohkan kasus pelanggaran HAM di masa lalu pada 1965-1966, sulit untuk ditemukan pelaku dan mengumpulkan buktinya.


Penyebab Ombudsman Ingin Temui Langsung Menkopolhukam Wiranto

29 Maret 2017

Ninik Rahayu, Anggota Ombudsman RI memberikan keterangan kepada media setelah pertemuan dengan Kemenko Polhukam di Gedung Ombudsman RI, Rabu 29 Maret 2017 // Aghniadi
Penyebab Ombudsman Ingin Temui Langsung Menkopolhukam Wiranto

Komisioner Ombudsman RI Ninik Rahayu mengatakan pihaknya perlu mendengar penjelasan Menkopolhukam Wiranto soal terobosan solusi kasus HAM berat dulu.


Massa Mengaku Korban Peristiwa 27 Juli 1996 Tagih Janji PDIP  

13 Maret 2017

Megawati Soekarnoputri, meresmikan kantor baru DPP PDIP di Jalan Diponegoro No.58, Jakarta, 1 Juni 2015. Setelah Peristiwa 27 Juli 1996 meletus kantor tersebut direbut oleh massa pendukung PDI versi Kongres Medan, Soerjadi. TEMPO/Imam Sukamto
Massa Mengaku Korban Peristiwa 27 Juli 1996 Tagih Janji PDIP  

Menurut koordinator aksi, PDIP sudah tutup mata dan hati terhadap korban peristiwa Kudatuli.


Kontras Menentang Dewan Kerukunan Nasional, Ini Sebabnya

13 Februari 2017

Aktivis Kontras Feri Kusuma. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
Kontras Menentang Dewan Kerukunan Nasional, Ini Sebabnya

Menurut Kontras, pembentukan Dewan Kerukunan Nasional cacat
hukum.


Kritik DPR atas Penyelesaian Kasus HAM Lewat Rekonsiliasi  

3 Februari 2017

Politikus Trimedya Panjaitan. TEMPO/Fajar Januarta
Kritik DPR atas Penyelesaian Kasus HAM Lewat Rekonsiliasi  

Menurut Trimedya, penyelesaian secara hukum penting untuk menunjukkan pemerintah serius dalam penyelesaian HAM masa lalu.


Penyelesaian HAM, DPR Sarankan KontraS Lapor ke Kejagung

3 Februari 2017

Politikus Trimedya Panjaitan. TEMPO/Imam Sukamto
Penyelesaian HAM, DPR Sarankan KontraS Lapor ke Kejagung

Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Trimedya Panjaitan menyarankan agar KontraS juga melaporkan Menteri Wiranto dan Komnas HAM ke Kejaksaan Agung.


Ini Alasan Kontras Laporkan Wiranto ke Ombudsman  

2 Februari 2017

Wiranto, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan. TEMPO/Imam Sukamto
Ini Alasan Kontras Laporkan Wiranto ke Ombudsman  

Kontras melaporkan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto dengan dugaan melakukan maladministrasi.


Dilaporkan KontraS ke Ombudsman, Wiranto: Silakan

2 Februari 2017

Wiranto, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Dilaporkan KontraS ke Ombudsman, Wiranto: Silakan

Koordinator KontraS Haris Azhar menyimpulkan adanya maladministrasi dari hasil rapat Wiranto dan Komnas HAM.