TEMPO Interaktif, Jakarta:Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Pengungsi (UNHCR) membantah telah memaksa anak-anak pengungsi eks Timor-Timur kembali ke Timor Leste. Robert Ashe, perwakilan regional UNHCR untuk Indonesia mengaku bahwa UNHCR tidak pernah memaksa anak-anak yang berada di daerah pengungsian untuk kembali ke Timor Leste. Kami hanya berusaha membangun kembali komunikasi diantara semua pihak untuk menyampaikan informasi. Mereka bebas membuat keputusan, tulis Robert kepada Tempo melalui faksimili, Kamis (17/7).
Pernyataan Ashe ini berkaitan dengan pemberitaan Tempointeraktif.com, pada 11 Juli 2003. Saat itu Tempointeraktif.com memuat berita berjudul Pengungsi Eks Timor-Timur Tuntut Ganti Rugi Rp 50 juta. Disebutkan, bahwa tokoh-tokoh pengungsi eks Timor-Timur berunjuk rasa ke DPRD Sulawesi Selatan. Mereka khawatir anak-anak asuh mereka dipulangkan secara paksa ke Timor Leste oleh UNHCR yang bekerjasama dengan dinas sosial.
Menurut salah satu pengunjuk rasa, anak-anak itu dijemput petugas UNHCR atas permintaan orangtua mereka yang ada di Timor Leste. Anak-anak itu adalah Elisa Moriera, David Moriera, Sebastiano, dan Celestino. Selama dalam pengungsian Elisa Moriera dan David Moriera tinggal di Panti Asuhan Al-Anshar, Makasar. Sedangkan Sebastiano, dan Celestino berada di Panti Asuhan Al Mujahidin, Pangkep. Pemulangan paksa ini telah menimbulkan ketakutan bagi anak-anak pengungsi lainnya untuk masuk sekolah.
Menurut Ashe, mereka tidak melakukannya secara paksa. Bahkan tiga dari empat anak itu sekarang hidup bahagia setelah bisa berkumpul dengan keluarga masing-masing. Program pemulangan itu karena sejak terjadi gejolak di Timor-Timur tahun 1999, beredar isu tetang terpisah anak Timor-Timur dari orang tua mereka. Untuk itulah UNHCR bekerjasama dengan pemerintah Indonesia dan Timor Leste mencarikan solusi terbaik untuk anak-anak itu. Akhirnya diputuskan untuk mengembalikan anak-anak kepada orangtuanya di Timor Leste. Namun ada orang tua yang memutuskan untuk membiarkan anak-anak mereka tinggal bersama orang tua asuh sampai anak-anak menyelesaikan pendidikannya.
Usaha untuk memperjuangkan nasib anak-anak ini sudah berlangsung sejak November 2002. Usaha itu melibatkan orangtua anak dan orangtua asuh di Sulawesi Selatan. Sambil memanfaatkan masa liburnya, Juni 2003. Semua pihak akhirnya setuju untuk mengizinkan orangtua dari Timor Leste bertemu dengan anak-anaknya di Sulawesi Selatan. Bahkan kemudian, orangtua membawa pulang anak-anaknya untuk melanjutkan sekolah di tanah kelahiran.
Hal terpenting membangun kembali kontak antara orangtua dan anak-anak sehingga mereka bisa saling bertukar kabar, kata Robert. Untuk itulah diperlukan pengertian dan kerjasama dari orangtua asuh untuk memberikan informasi yang benar tentang keluarga dan situasi di Timor Leste. (Suseno TNR)