“Harus kita akui secara jujur bahwa ada penyimpangan-penyimpangan dari korban ini karena dia menggunakan bukan pakaian seragam dan membawa senjata di sekitar perbatasan. Kesalahan di pihak kita, tidak mematuhi prosedur,” kata Graito kepada repoter Tempo News Room di ruang kerja kapuspen di Mabes TNI Cilangkap Kamis (2/8).
Almarhum menurut Graito tidak meminta ijin saat keluar dari kesatuan yang merupakan konsentrasi pasukan TNI. Timah panas yang berulangkali menerjang, anggota Satgas Yonif 726 Tamalatea ini meninggalkan jejak pada bagian dada, ulu hati, dan memenggal jari tangan nya “Yang jelas tembakan itu dari pihak sana. Saat ini sedang dilakukan penyelidikan dari dua belah pihak,” kata kapuspen serius.
Sesuai dengan locus delicti ( lokasi kejadian perkara), maka menurut Graito, kasus ini ditangani oleh Panglima Daerah Militer (Pangdam) IX Udayana Mayjen TNI William T Da Costa. Pangdam Udayana telah menindaklanjuti dan memerintahkan Komandan Korem setempat untuk menyelesaikannya. “Sudah ada approach ke sana dan pihak UNTAET sudah memahami masalah ini,” ujar Graito. Untuk penyelidikan lebih lanjut, pihak Indonesia membentuk tim investigasi bersama dengan pihak UNTAET. Pihak Indonesia diwakili Korem setempat. “Sasaran tim ini untuk memperoleh fakta yang jelas apakah dia betul-betul diberondong, benarkah dia berada di wilayah perbatasan Indonesia,” jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, pada Minggu (29/7) dini hari, Sertu Lirma Hadimu, tewas tertembak di Fatuha, Desa Alas, Kecamatan Kobalima, Kabupaten Belu, NTT. Korban ditembak anggota pasukan UNPKF asal Selandia Baru. (Bernarda Rurit)