Penolakan itu, kata Didi, berdasarkan atas tidak adanya rekomendasi dari Wanjakti (Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi) Polri kepada Presiden terhadap Chaeruddin Ismail untuk menduduki posisi Wakapolri. Selain itu, dalam struktur organisasi Polri yang baru, sesuai Keppres nomor 54 tahun 2001 tanggal 25 April 2001 tentang organisasi dan tata kerja Polri, jabatan untuk Wakil Kapolri sudah tidak ada. “Jabatan tersebut diganti dengan pos Sekjen Polri,”ungkap Didi di Mabes Polri Jakarta, Sabtu (2/6).
Secara pribadi, Didi tidak dapat berkomentar terhadap pelantikan tersebut. Tetapi ia menegaskan bahwa saat ini Polri telah mengeluarkan surat keputusan mutasi jabatan 94 jenderal. “Surat keputusan ini sudah dikirimkan kepada Presiden Abdurrahman Wahid,” tegas Didi.
Dalam surat keputusan pemutasian 94 jenderal tersebut, nama Chaeruddin Ismail yang dilantik presiden menjadi Wakapolri, telah dimutasikan dari Kepala Sekolah Polri menjadi Kasespim Dediklat (pendidikan dan latihan) Polri.
Dengan demikian, lanjut Didi, realisasi pengisian jabatan-jabatan baru dalam organisasi Polri yang baru menjadi definitif dan diharapkan tidak menjadi polemik yang berkepanjangan. “Diharapkan dengan sikap itu, Polri bisa menjadi organisasi non-departemen yang mandiri dan tidak dapat diintervensi oleh pemerintah dan militer,” kata dia.
Dalam surat keputusan mutasi besar-besaran tersebut, terdapat empat nama yang langsung naik dari bintang dua menjadi bintang tiga. Keempat jenderal tersebut adalah Komjen (Pol.) Kadaryanto menjabat sebagai Deputi Sumber Daya Manusia, Komjen (Pol.) Nugroho Djayusman menjabat sebagai Deputi Dediklat, Komjen (Pol.) Binarto menjabat sebagai Deputi Logistik, dan Komjen (Pol.) Syahruddin Pagaralam sebagai Deputi Operasi. Sedangkan posisi untuk Sekjen Polri dipegang oleh Komjen (Pol.) Yun Mulyana. Sedangkan Irjen (Pol.) Pandji Patma Sudirdja yang sebelumnya menjabat Wakapolri, dimutasikan sebagai Pati Perwira Tinggi Mabes Polri (dalam rangka pensiun).
Kapuspen juga menegaskan, sikap Kapolri Jendral (Pol.) S. Bimantoro yang tidak mau mundur lantaran pergantian yang dilakukan Gus Dur tidak dilakukan sesuai prosedur. Menurut dia, jka sesuai prosedur hukum dengan seizin DPR, Bimantoro pasti mau mundur. Selain itu, hingga saat ini sikap Bimantoro itu didukung oleh jajaran Polri mulai dari Mabes hingga daerah-daerah. Bahkan yon–yon Brimob di seluruh Indonesia menolak adanya intervensi pemerintah terhadap Polri. “Dukungan untuk Bimantoro tidak hanya keluar dari pejabat Polri berpangkat jenderal, tetapi beberapa mayor polisi juga mendukung Bimantoro,” tegas Didi. (Cahyo Junaidi)