Dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Lalu Mariyun, Mar’ie menjelaskan bahwa dirinya menerima memo dari Mensesneg yang menunjuk langsung PT. GBS untuk melaksanakan ruislag. Dan memo tersebut dikeluarkan oleh Mensesneg berdasarkan petunjuk Presiden (Soeharto). Padahal menurut Mar’ie, saat itu menteri keuangan sudah mengeluarkan surat keputusan nomor 350/KMK.03/1995, yang mengatur bahwa ruislag tanah harus dilakukan melalui tender. “Meskipun ada SK, Menteri Keuangan harus tunduk kepada Presiden. Saat itu, saya hanya ingatkan bahwa ada SK nomor 350 soal pelaksanaannya bagaimana, itu saya serahkan kepada pelaksana, bukan saya punya urusan,” katanya.
Oleh karena itu, saat menjalani petunjuk Presiden tersebut, Mar’ie merasa mengalami dilematis. Karena seharusnya penunjukkan pelaksana ruislag harus melalui tender, dan dia sebagai menteri keuangan harus tunduk kepada Presiden. Lebih lanjut dalam persidangan yang berlangsung selama satu setengah jam itu, Mar’ie mengatakan, akhirnya dia harus menjalani petunjuk Presiden itu. Dan ruislag tanah pun kemudian dilakukan antara Bulog dengan PT. GBS atas tanah seluas 502.340 meter persegi di Kelapa Gading.
Akibat ruislag itu, negara menderita kerugian sebesar Rp 96 miliar. Dan Kejaksaan Agung pun akhirnya menetapkan Beddu Amang, Hutomo Mandala Putra dan Ricardo Gelael sebagai terdakwa. Dalam persidangan tersebut tampak kuasa hukum Beddu Amang yakni O. C. Kaligis, M. Assegaf dan Amir Syamsudin. Sedangkan jaksa penuntut umumnya adalah Fachmi SH. (Ima)