TEMPO.CO, Jakarta - Komunitas Support Group and Resource Center on Sexuality Studies Universitas Indonesia (SGRC-UI) kini mulai mendapat ancaman. Koordinator fasilitas dan keuangan SGRC, Nadya Karima Melati, mengatakan SGRC-UI dituduh sebagai komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
"Kami dituduh komunitas LGBT serta dianggap lebih mengancam daripada narkoba dan terorisme. Padahal kami cuma komunitas yang memberikan layanan pengetahuan seksualitas dan gender remaja," ujarnya, seperti dikutip dari laman Facebook-nya, Minggu, 24 Januari 2016.
Tidak hanya itu, ucap dia, para anggota SGRC-UI juga mulai mengalami intimidasi dan teror. Ia mencatat, teror tersebut datang dari media sosial, keluarga, dan lingkungan. "Bahkan sampai ada pengusiran yang dialami anggota kami," tuturnya.
Ia menjelaskan, pihaknya menolak jika lokus kajian SGRC-UI yang sangat luas dikerdilkan dengan menyebut SGRC-UI sebagai komunitas LGBT. "Kelompok kajian kami, SGRC-UI, memiliki struktur organisasi yang jelas, mission statement, dan timeline kegiatan," katanya.
Fanpage resmi SGRC-UI menyebutkan SGRC-UI adalah komunitas atau kelompok kajian yang dibangun secara otonom, sama seperti kelompok kajian lain. SGRC-UI merupakan kelompok kajian yang membahas isu gender dan seksualitas secara luas. Feminisme; hak tubuh; patriarki; kesehatan reproduksi; gerakan pria, buruh, dan wanita; serta isu-isu lain yang terkait dengan gender dan seksualitas merupakan fokus kajian komunitas tersebut.
Menurut komunitas itu, LGBT Peer Support Network, gagasan SGRC-UI dan Melela.org, merupakan layanan konseling bagi orang-orang yang ingin mengetahui isu tentang LGBT. Konselor dari SGRC-UI, kata mereka, akan menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait sekaligus menjadi teman cerita bagi individu yang sedang melewati masa sulit.
Kegiatan konseling ini bertujuan mencerdaskan publik sekaligus sebagai coping mechanism bagi teman-teman yang merasa tertekan karena preferensi seksual yang berbeda. Kegiatan konseling tersebut, ujar komunitas itu, tidak memiliki muatan politik, dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diberikan juga disajikan dalam berbagai perspektif keilmuan.
ABDUL AZIS