TEMPO.CO, Jakarta - Ben Anderson, profesor dari Universitas Cornell, Amerika Serikat, yang ikut mewarnai pemikiran dunia tentang Indonesia, wafat di Batu, Jawa Timur, Minggu dinihari, 13 Desember 2015. Ben dikenal karena kritik-kritiknya terhadap Orde Baru. Ia pernah dilarang masuk ke Indonesia oleh Soeharto dan baru datang lagi ke sini setelah rezim Soeharto jatuh.
Ketika Soeharto sedang kuat-kuatnya, Ben menjadi bagian penting dalam diskusi tentang Indonesia, di antaranya diselenggarakan di Cornell University. Kisah diskusi ini dikenang kembali oleh Amrih Widodo, yang kini dosen antropologi budaya di Australian National University.
Amrih bertemu pertama kali dengan Ben pada 1981 dalam sebuah pesta yang diadakan John Wolff, dosen di Cornell University. John mempekerjakan Amrih sebagai guru bahasa Indonesia dan bahasa Jawa di Cornell University sejak musim gugur 1981. Di kampus ini juga Amrih meraih gelar master.
Amrih mengatakan, pada Desember 1993, sekelompok mahasiswa Indonesia dari berbagai kota di Amerika mengadakan workshop belajar bersama yang dinamakan "Mengembangkan Wawasan (MW)", bertempat di Kahin Centre, Cornell University. Sebelumnya, sudah ada diskusi membahas buku-buku yang ditulis oleh ahli tentang Indonesia, di antaranya George Kahin, Ben Anderson, dan Daniel Lev.
Ada juga Audrey Kahin, Sidney Jones, Jeffrey Winters, Bill Liddle, dan Iwan Jaya Azis. “Diselenggarakan dengan prinsip kemandirian, 'Mengembangkan Wawasan' terselenggara tanpa sponsor. Semua datang dengan biaya sendiri, termasuk pembicara ahli Indonesia itu,” kata Amrih kepada Tempo, Jumat, 18 Desember 2015.
Peserta dari McGill, yang kebanyakan dosen-dosen Institut Agama Islam Negeri, bertugas membawa rendang dan sambal kering. Sedangkan yang di Ithaca menyediakan nasi dan sayuran.
Selama empat hari Kahin Centre menjadi ajang diskusi yang pesertanya antara lain Moh A.S. Hikam, yang belakangan menjadi Menteri Riset dan Teknologi pada era Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur; dan Muslim Abdurrahman (sudah wafat). Hadir juga Nasaruddin Umar, yang kemudian menjadi Wakil Menteri Agama pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan Ephorus Nababan dari Huria Kristen Batak Protestan.
Ketika kegiatan berlangsung, kantor Ben Anderson menjadi ruang perawatan karena ada bayi dan anak-anak yang dibawa orang tuanya mengikuti seminar itu. Selama beberapa hari, Kahin Centre berbau rendang. Ben Anderson tak pernah absen mengikuti diskusi dan memberikan ceramah sampai akhir. Kegiatan "Mengembangkan Wawasan" kedua diselenggarakan di University of Wisconsin Madison.
Peserta yang diundang pun bertambah. Ada Frans Seda, Emil Salim, Jenderal Sayidiman Suryohadiprojo, Rizal Ramli, Hariman Siregar, Ayu Utami, dan Syahganda Nainggolan. Ketika itu, Ben Anderson--yang sedang tidak sehat--tidak mau menerima tiket pesawat yang disediakan panitia. Ben Anderson memilih tetap naik mobil dari Ithaca ke Madison yang jaraknya jauh sekali. “Pak Ben tidak mau diistimewakan dan dibedakan dengan peserta lain,” ujar Amrih.
Seputar Ben Anderson dan pentingnya bagi Indonesia diulas dalam majalah Tempo terbaru yang terbit Senin, 21 Desember 2015.
SUNUDYANTORO