TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian RI Badrodin Haiti mengaku belum tahu ihwal pemberedelan Majalah Lentera yang diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa FISKOM, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, yang dilakukan oleh Kepolisian Resor Salatiga. "Saya belum tahu kabarnya," katanya saat ditemui wartawan di Gedung Bhayangkari Markas Besar Polri, Senin, 19 Oktober 2015.
Badrodin juga enggan mengomentari pemberedelan yang dilakukan lembaga kepolisian di daerah itu dengan alasan belum tahun masalahnya. "Kalau materi kasusnya belum tahu, bagaimana menyikapinya," ujarnya.
Baca Juga:
Pemberedelan Majalah Lentera sangat disayangkan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang. Polres sebagai penegak hukum seharusnya mengerti kebebasan berekspresi mahasiswa.
Majalah Lentera Dibredel:
Majalah Lentera Diberedel, Polisi: Sampulnya Bendera Palu Arit
Lentera Diberedel, Tiga Alasan Dekan Minta Majalah Ditarik
Menurut AJI Semarang, Polres Salatiga tidak boleh menggunakan kewenangannya secara serampangan. Cara-cara yang dilakukan oleh Polres Salatiga bisa mengancam dan memberangus kebebasan berekspresi mahasiswa. Kebebasan berekspresi dan berpendapat dilindungi dalam UUD 1945.
Awal Oktober 2015 lalu, Lembaga Pers Mahasiswa FISKOM UKSW Salatiga menerbitkan Majalah Lentera edisi Nomor 3/2015. Majalah Lentera mengangkat tema G30S dengan angle peristiwa di Salatiga dengan judul "Salatiga Kota Merah".
Majalah Lentera tidak hanya didistribusikan dengan cara menjualnya di dalam kampus, tapi juga dijual ke pihak-pihak luar. Namun, pada Ahad,18 Oktober 2015, Polres Salatiga melakukan pemanggilan terhadap awak Lembaga Pers Mahasiswa FISKOM UKSW Salatiga, yang menerbitkan Majalah Lentera. Polisi meminta agar Majalah Lentera, yang sudah diedarkan, ditarik lagi untuk diserahkan ke pihak kepolisian.
Berdasarkan penelusuran AJI Semarang, hingga kemarin malam belum ada peristiwa pembakaran terhadap Majalah Lentera. "Hanya, polisi meminta Majalah Lentera, yang sudah diedarkan, ditarik untuk diserahkan ke kepolisian," kata Ketua Aji Semarang Rofiudin.
LARISSA HUDA