TEMPO.CO, Jakarta - Ideologi Nazi ternyata pernah subur berkembang di Indonesia sebelum Indonesia merdeka. Perwakilan Nazi (kependekan dari Nasionalsozialist), yang nama resminya Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei (NSDAP) atau Partai Nasionalis-Sosialis Pekerja Jerman), bercokol di Hindia Belanda sejak 1931, sebelum Hitler menjadi Kanselir Jerman pada 1933.
Kantor pusatnya terletak di Batavia dan cabangnya tersebar di Surabaya, Bandung, Medan, Padang, dan Makassar. NSDAP Hindia Belanda bahkan menjadi perwakilan Nazi nomor dua terbesar di kawasan Asia-Pasifik setelah Cina.
Temuan menarik itu dibeberkan dalam buku tebal dua jilid yang baru terbit pada Februari lalu di Jerman berjudul: Hitlers Griff nach Asien (Jerman mencapai Asia), yang ditulis penulis Jerman Horst H. Geerken, 82 tahun. (Baca juga:Sejarah Dunia Hari Ini, Hitler dan Wajib Militer)
Bukan itu saja, menurut Geerken, Hitler sebagai Kanselir Jerman kemudian ternyata ikut menyokong perjuangan tentara Peta pimpinan bekas Presiden Sukarno dengan mengirim bantuan militer. Lengkap dengan tenaga ahli mengenal alat-alat perang dan pendidikan militer. Banyak bukti peninggalan yang mengarah ke sana, seperti pesawat, kendaraan militer, yang masih ada bekasnya sampai sekarang. Geerken bukan penulis kemarin sore. (Baca: Di Kota Ini Jejak Hitler Terekam)
Pada 2010 ia mengeluarkan Der Ruf des Geckos, 18 erlebnisreiche Jahre in Indonesien, buku mengenai campur tangan CIA dalam kudeta Sukarno. Dalam versi Inggris buku itu berjudul A Magic Gecko, CIA’s Role Behind the Fall of Sukarno, dan terjemahan Indonesianya, A Magic Gecko, Peran CIA di Balik Jatuhnya Soekarno. Di Jerman buku itu terjual sampai 10 ribu kopi. Buku Hitlers Griff nach Asien terbit sejak Februari 2015. (Baca juga: Hitler, Narkoba, dan Kematiannya)
Sekarang masih beredar dalam bahasa Jerman. Menurut penulisnya, buku itu akan segera dibikin dalam versi Inggris dan Jepang (karena buku ini juga mengungkap peran Jepang di Indonesia). Jilid pertama Hitlers Griff nach Asien berisi 378 halaman, mengungkap hubungan Jerman dengan Hindia Belanda dan pembangunan basis marinir Jerman di Asia Tenggara. Jilid kedua, 408 halaman, berkisah tentang akhir kolonialisme Belanda di Indonesia dan bantuan Hitler untuk pejuang kemerdekaan. (Bersambung)
TUTTY BAUMEISTER, DODDY HIDAYAT (MAJALAH TEMPO, 11 MEI 2015)
Baca Selanjutnya: Kisah Hitler: Si Penasihat Beri Tahu Indonesia yang Kaya (2)