TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Febiyonesta menuding telah terjadi pelanggaran prinsip fair trial atas terpidana mati asal Filipina, Mary Jane. Salah satunya, Mary Jane tak didampingi penerjemah yang kompeten.
"Penerjemah yang ditunjuk mendampingi dia masih berstatus mahasiswa di Sekolah Tinggi Bahasa Asing Yogyakarta," kata Febiyonesta di kantor Human Rights Working Group, Minggu, 26 April 2015.
Padahal, ucap Febiyonesta, dari pengalaman LBH Jakarta menangani kasus di persidangan, hakim selalu meminta dihadirkan penerjemah tersumpah. "Penerjemah biasa saja tidak bisa, apalagi yang masih mahasiswa," kata Febiyonesta.
Menurut Febiyonesta, penunjukan penerjemah untuk Mary Jane hanya demi memenuhi unsur formalitas. Seharusnya, ujar dia, kepolisian maupun kejaksaan menyediakan penerjemah yang kompeten karena seorang terdakwa berhak diberi tahu pasal yang disangkakan padanya dalam bahasa yang ia pahami.
Tak hanya berstatus mahasiswa, penerjemah yang disediakan pun hanya menguasai Bahasa Inggris. Padahal, ucap Febiyonesta, bahasa yang dipahami dengan baik oleh Mary Jane adalah bahasa Tagalog. Akibatnya, banyak pertanyaan selama proses penyidikan yang tak dipahami secara utuh oleh wanita yang dihukum mati karena kedapatan membawa heroin itu.
Febiyonesta memastikan masalah penerjemah ini menjadi salah satu penyebab dijatuhkannya hukuman mati pada Mary Jane. Dia pun mengimbau Presiden Joko Widodo untuk menghentikan rencana eksekusi mati selama kecacatan hukum itu masih belum diselesaikan.
Mary Jane masuk daftar terpidana mati gelombang kedua. Eksekusi mati gelombang kedua dipastikan bakal dilaksanakan Selasa pekan depan. Para terpidana sudah menerima pemberitahuan pelaksanaan hukuman.
Mary Jane sendiri dihukum karena ketahuan membawa heroin ke Indonesia. Dia disebut sebagai kurir narkoba internasional. Dalam pembelaannya, Mary Jane mengatakan tidak tahu-menahu ihwal barang yang dibawanya karena dia hanya menjalankan perintah majikan.
Permohonan pengajuan kembali yang diajukan Mary Jane ditolak Mahkamah Agung.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA