TEMPO.CO, Solo – Beberapa organisasi masyarakat, termasuk Front Pembela Islam Surakarta, melarang seminar yang diselenggarakan Sekretariat Bersama Korban 65 di Surakarta, Selasa, 24 Februari 2015. Seminar dengan tema “Layanan Kesehatan Korban Tragedi 1965/1966 untuk Mewujudkan Rekonsiliasi” tersebut dinilai menghidupkan kembali komunisme.
"Jangan coba-coba merusak ketenangan kota ini," kata salah satu orator yang juga Ketua FPI Surakarta, Khoirul Rus Suparjo, Selasa, 24 Februari 2015.
Belasan orang dari berbagai kelompok mendatangi tempat acara yang berada di Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) Surakarta itu. Saat mereka datang, seminar tersebut belum dimulai. Tamu yang diundang dalam seminar itu juga belum berdatangan.
Massa akhirnya menggelar aksi demo di sekitar lokasi penyelenggaraan acara. Mereka menolak acara yang dituding berbau komunis itu diselenggarakan di Kota Solo.
Akibat aksi tersebut, polisi akhirnya berjaga di sekitar lokasi acara. Para peserta juga merasa kesulitan masuk ke lokasi acara. Sekretariat Bersama Korban 65 sebagai penyelenggara akhirnya memilih untuk membatalkan acara tersebut.
Sedianya, acara itu akan digelar di gedung Teater Arena TBTJ Surakarta. Penyelenggara telah menyiapkan tiga pembicara, yaitu Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Nurkholis, Komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Hasta Atmojo, dan akademikus Handoyo Laksono.
Koordinator Sekretariat Bersama Korban 65, Winarso, menyatakan bahwa pelarangan tersebut merupakan bentuk diskriminasi terhadap para korban 65. "Kami juga berhak menyelenggarakan seminar seperti ini," katanya.
AHMAD RAFIQ