Presiden Joko Widodo (kedua kiri) meninjau peternakan sapi di Balai Pembibitan Peternakan Sapi Padang Mengatas, Kecamatan Luwak, Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat, 8 Oktober 2015. ANTARA FOTO
TEMPO.CO, Yogyakarta - Ketua Asosiasi Pedagang Daging Sapi Segoroyoso (APDSS) Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Ilham Akhmadi mengatakan pedagang sapi di DIY lega setelah pemerintah membatalkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 267 Tahun 2015 baru-baru ini. "Aturan itu baru sempat berlaku di Jabodetabek dan cepat memicu lonjakan harga daging, pedagang di daerah ikut khawatir," katanya, Ahad, 24 Januari 2016.
Dua pekan terakhir, pedagang resah karena aturan yang mulai berlaku pada 8 Januari 2016 itu menyebutkan hanya sapi indukan impor yang bebas pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen. Lonjakan harga daging sapi sempat terjadi di Jakarta dan sekitarnya hingga Rp 140 ribu per kilogram sepekan yang lalu. Sedangkan di Yogya, menurut Ilham, harga daging sapi masih Rp 115-120 ribu per kilogram. Harga itu tak jauh berbeda dengan harga pada akhir 2015.
Dia menilai kemunculan peraturan menteri itu membuktikan pemerintah punya pemahaman minim tentang tata niaga sapi saat merumuskan peraturan. Dia khawatir indikasi itu bisa menyebabkan sektor ternak sapi terus memburuk karena peraturan yang salah kerap muncul. "PMK Nomor 267 Tahun 2015 adalah salah satu contoh terburuk," tuturnya.
Menurut Ilham, peraturan itu punya konsekuensi luas karena mewajibkan pajak terhadap semua jenis hewan ternak, kecuali sapi indukan. Ilham khawatir aturan ini bisa menyebabkan pengenaan pajak 10 persen tiap transaksi penjualan sapi bakalan dan sapi potong oleh pedagang berstatus pengusaha kena pajak (PKP). "Tak ada penjelasan kategorinya. Sapi lokal maupun sapi impor bisa kena PPN," ujarnya.
Kalau aturan seperti ini berlaku di daerah, Ilham memperkirakan harga daging akan terkerek naik dan tak terserap konsumen. Keuntungan pedagang sapi juga makin tergerus. Contohnya, keuntungan pedagang dari hasil penggemukan sapi potong selama empat bulan rata-rata hanya 10 persen dari harga pembelian sapi bakalan.
Ilham juga mengkritik penjelasan pemerintah bahwa peraturan itu untuk melindungi peternak sapi lokal. Menurut dia, jika maksudnya pajak hanya bagi transaksi perdagangan sapi bakalan dan sapi potong impor, hasilnya adalah disparitas harga di pasar. "Harga sapi lokal otomatis lebih murah ketimbang sapi impor, sehingga sapi lokal makin banyak disembelih. Padahal saat ini saja populasinya terus menurun," ucapnya.