TEMPO.CO, Jakarta - Ditengah musibah jatuhnya alat angkut berat (crane) di Masjidil Haram, kasus korupsi haji yang melibatkan sejumlah anggota DPR juga terkuak. Dalam dakwaan mantan Menteri Agama Suryadharma Ali, nama Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan di DPR, Hasrul Azwar ikut terseret.
Hasrul, menurut Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Supardi, dalam dakwaannya ikut menerima aliran dana korupsi haji senilai 5,8 juta riyal atau Rp 21,6 miliar. Berdasarkan dokumen yang Tempo miliki, jejak Hasrul terendus dalam penetuan pondokan para jamaah haji regular tahun 2012.
Saat itu, Suryadharma memberikan kesempatan anggota komisi haji untuk mengajukan nama majmuah atau penyewa perumahan di Jeddah, Makkah, dan Madinah. Para anggota DPR itu menunjuk Hasrul sebagai koordinator. Ketika itu, Hasrul jadi Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan. Sedangkan ketua umumnya adalah Suryadharma Ali. Komisi haji menunjuk Hasrul jadi penghubung dengan Suryadharma.
Baca juga:
MU 3-1 Liverpool: Kenapa Kekalahan Ini Selalu Menyakitkan bagi Liverpool?
Ruhut Bicara Soal Kedekatan Rizal Ramli dengan Artis Cantik
Dokumen dakwaan juga menyebutkan, pada Maret dan April 2012, rombongan komisi haji DPR yang dipimpin Hasrul Azwar menemui Mohammad Syairozi Dimyathi dan Akhmad Jauhari. Dua orang ini merupakan petugas yang ditunjuk kementerian agama sebagai tim penyewaan perumahan jemaah haji Indonesia.
Mereka bertemu di Hotel Al Hambra Jeddah. Hasrul datang bersama Chairun Nisa dari Partai Golkar, Jazuli Juwaini dari Partai Keadilan Sejahtera, Zulkarnaen Djabar dari Partai Golkar, dan Said Abdullah dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Selanjutnya: Hasrul menyatakan...
<!--more--?
Dalam pertemuan itu, Hasrul menyatakan telah berkomitmen dengan Suryadharma untuk mempercepat pengesahan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji. Hasrul juga menyatakan telah dapat izin dari Suryadharma untuk ikut dalam pengadaan pemondokan haji.
Hasrul selanjutnya menyerahkan beberapa nama majmuah kepada Syairozi Dimyathi untuk disewa. Selain itu, Hasrul juga mengenalkan Syairozi dan Jauhari kepada Saleh Salim Badegel. Hasrul mengatakan Saleh mewakili anggota komisi haji DPR dalam penyewaan pemondokan haji di Arab Saudi.
Kepada penyidik, Syairozi mengakui dikenalkan dengan Saleh. Mereka, kata Syairozi, membawa berkas pemondokan. “Saya bilang, siapa pun boleh memasukkan usulan pemondokan asal sesuai kriteria,” kata Syairozi kepada penyidik.
Sedangkan Jauhar menyatakan bahwa dalam pertemuan itu Hasrul mengenalkan Saleh sebagai pelaksana lapangan untuk penyewaan pemondokan haji. “DPR minta barter pembahasan BPIH dengan pemondokan,” kata Jauhar kepada penyidik. Chairun Nisa menyatakan, pertemuan yang melibatkan Hasrul memang benar terjadi. “Hasrul intinya menitipkan Saleh sebagai penguasaha pemondokan (majmuah),” kata Chairun Nisa ketika memberikan keterangan ke penyidik.
Dokumen Tempo menyebutkan, setelah pertemuan itu, Saleh, Hasrul, Chairun Nisa, Jazuli Juwaini, Zulkarnaen Djabar, dan Said Abdullah bertemu kembali membahas fee. Mereka bersepakat fee untuk anggota komisi haji untuk pemondokan di Madinah sebesar 30 riyal Saudi Arabia per jemaah. Sedangkan untuk yang di Jeddah 20 riyal Arab Saudi per jemaah.
Menanggapi hal ini, Hasrul menyatakan hanya akan membantah di sidang pengadilan. Ia mengatakan telah sejak tahun 1974 terlibat dalam penyelenggaraan haji sebagai pramugara maskapai Garuda Indonesia. “Saya tidak menerima setetes pun duit haji,” kata Hasrul ketika ditemui Tempo di ruang kerjanya Jumat, 11 September 2015. (Baca Selengkapnya di Majalah Tempo edisi pekan depan)
SUNUDYANTORO, MUHAMAD RIZKI, MOYANG KASIH, PUTRI ADITYO
Baca juga:
MU 3-1 Liverpool: Kenapa Kekalahan Ini Selalu Menyakitkan bagi Liverpool?
Ruhut Bicara Soal Kedekatan Rizal Ramli dengan Artis Cantik