Mantan Walikota Palembang, Romi Herton bersama istrinya Masyito berjalan meninggalkan Rumah Tahanan (Rutan) di Gedung KPK, Jakarta, 10 Juli 2015. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Psikolog sosial dari Universitas Gadjah Mada Faturochman mengatakan ada konstruksi budaya di Indonesia yang menyebabkan istri dan keluarga biasanya ikut tersandung bila seorang pejabat terbukti melakukan korupsi. Pertama, kata dia, adalah nilai kekeluargaan atau kekerabatan yang sangat lekat dalam budaya Timur.
"Keluarga adalah bagian penting dari seorang individu. Sehingga jika sekali pun keluarga salah akan tetap dibela," kata Faturochman saat dihubungi, Senin, 27 Juli 2015.
Selain itu, seorang pejabat pada umumnya terdorong korupsi untuk mengamankan keluarga, baik istri maupun anak. Secara sadar atau tidak, kata Faturochman, korupsi dilalukan untuk menjaga status sosial dan ekonomi keluarga. "Suami begitu cinta istri, sehingga semua permintaan akan dipenuhi."
Aliran dana korupsi pun, ucap dia, banyak yang masuk ke rekening para istri pejabat karena dalam pernikahan suami pasti menitipkan uang ke istri. Pasangan yang terlanjur dimanjakan oleh kenikmatan materil, kata Faturochman, bisa saja merancang kultur bersama untuk membela dan melanjutkan perbuatan korupsi demi meningkatkan kemakmuran.
Psikolog politik dari Universitas Indonesia Hamdi Muluk juga mengatakan berbagai modus dilakukan pejabat untuk menyembunyikan dana korupsi, "Istri menjadi tempat menaruh duit, lalu istri yang akan melakukan pencucian uang," kata Hamdi.
Istri-istri koruptor, kata Hamdi, biasanya memanfaatkan bisnis pribadi sebagai kedok menyimpan uang. Bahkan, ada pejabat yang sengaja mengambil istri muda untuk menyimpan duit hasil korupsinya.
Hamdo mengatakan korupsi biasanya memang bukan kejahatan tunggal. Banyak pihak yang ikut berkongkalikong untuk menilap duit negara, termasuk kerja sama antara suami dan istri.
Dalam sejumlah kasus, korupsi tak cuma dilakukan suami, tapi juga oleh istri. Beberapa istri pejabat bahkan telah menjadi tersangka atau menjalani masa hukuman. Misalnya saja anggota Dewan Perwakilan Rakyat M. Nazaruddin dan istrinya Neneng Sri Wahyuni yang terjerat kasus suap pembangunan wisma atlet Palembang. Bupati Karawang Ade Swara dan Nurlatifah yang memeras perusahaan yang mengajukan izin pemanfaatan ruang dan Wali Kota Palembang Romi Herton dan istrinya Masyitah yang disidang bersama karena menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.