TEMPO.CO, Malang - Perhutani menduga peziarah Gunung Kawi sebagai penyebab timbulnya kebakaran hutan lindung di petak 193. Bisa saja peziarah tersebut lalai tak memadamkan api unggun yang dibuat, sehingga apinya menjalar membakar 20 hektare hutan lindung yang dikelola Perum Perhutani Malang.
"Tapi belum ada laporan soal kematian satwa," kata Wakil Administratur Perhutani Wilayah Malang Barat Dadan Hamdan, Senin, 13 Juli 2015. Pemadaman api dilakukan secara bergotong royong melibatkan para relawan dan warga sekitar.
Pemadaman hanya dilakukan menggunakan peralatan seadanya berupa gepyok dari ranting pohon. Relawan juga membuat sekat bakar agar api tidak semakin menjalar. Kebakaran yang terjadi selama tiga hari itu meludeskan hutan lindung seluas 20 hektare di petak 193.
Upaya menjangkau titik api tidak mudah karena lokasinya berada sekitar 10 kilometer dari perkampungan penduduk. Selain itu, api cepat membesar karena di lokasi banyak ditumbuhi rumpun ilalang.
Bebatuan cadas di sekitar titik api juga menjadi hambatan tersendiri bagi upaya mendekati lahan. Vegetasi yang terbakar sebagian besar merupakan cemara gunung. Padahal, petak 193 dikenal sebagai populasi aneka jenis burung.
Berdasarkan laporan petugas lapangan, lokasi kebakaran sering dikunjungi peziarah. Di tempat itu umumnya peziarah melakukan ritual dan berdoa agar diberi kelapangan rezeki. Tak jarang selama melaksanakan ritual itu mereka membakar kayu untuk api unggun. Namun setelah urusannya selesai, peziarah itu tak memadamkan api unggunnya sampai tuntas.
"Api yang membesar karena membakar vegetasi sulit dijinakkan," kata Dadan. Menurut dia, pada kasus kebakaran hutan di titik yang sama empat tahun lalu dibutuhkan waktu selama sepekan untuk menjinakkan amukan si jago merah. Saat itu total hutan yang terbakar mencapai 100 hektare.