Kepala BNP2TKI Nusron Wahid, menjawab pertanyaan wartawan usai meandatangani surat berita acara serah terima jabatan di Kantor BNP2TKI, Jakarta, 28 November 2014. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
TEMPO.CO,Jakarta - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid menyayangkan masih banyaknya tenaga kerja Indonesia (TKI) yang memiliki pola hidup konsumtif. Hal ini menyebabkan keuangan mereka kurang terkontrol saat mereka berada di negeri seberang.
“Banyak yang terjebak pola hidup konsumtif, sehingga mau pulang jadi malu,” katanya saat menghadiri pembukaan program edukasi di Sekolah Republik Indonesia Tokyo.
Para TKI itu, kata Nusron, malu pulang ke Tanah Air lantaran tidak memiliki uang lebih. Mereka memilih menetap lebih lama di negeri seberang walau tak memenuhi syarat administrasi sesuai dengan hukum.
Ia mengatakan menjadi TKI seharusnya hanya sebagai jembatan menuju kesuksesan dalam menata masa depan. “Jangan sampai orang menjadi TKI seumur hidup,” katanya dalam keterangan tertulis, Ahad, 24 Mei 2015.
Nusron mengimbau agar uang yang sudah didapat dari bekerja sebagai TKI bisa disisihkan untuk menjadi modal usaha setelah kembali ke Tanah Air. “Harus mulai berusaha jadi pengusaha.”
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BNP2TKI memberikan edukasi keuangan dan kewirausahaan bagi TKI di berbagai negara, termasuk di Jepang. Pekan lalu kegiatan serupa juga dilakukan OJK dan BNP2TKI di Hong Kong bersama Bank Mandiri serta di Taiwan bersama Bank Negara Indonesia.
Materi yang diberikan kepada para TKI ini berupa pengenalan lembaga dan produk jasa keuangan, seperti perbankan, asuransi, pembiayaan, pasar modal, dan lembaga keuangan mikro. Ada pula materi tentang perencanaan dan pengelolaan keuangan.
Nusron mendukung adanya pemberian edukasi keuangan ini kepada masyarakat Indonesia yang sedang bekerja di negeri seberang. Sebab banyak TKI yang rela berutang untuk bekerja di negeri orang. “Saat kembali ke Tanah Air pun mereka malah jual tanah, karena tidak bisa mengelola keuangannya,” kata Nusron.
Di Jepang ada sekitar 30 ribu warga negara Indonesia. Sebanyak 14 ribu di antaranya merupakan pekerja yang bekerja dengan mekanisme kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Jepang. Ada yang menjadi tenaga magang di perusahaan manufaktur, konstruksi, jasa, atau pertanian. Ada juga yang menjadi tenaga perawat. Gaji mereka 120-250 ribu yen atau sekitar Rp 15-30 juta per bulan.