Konflik Keraton Yogya Bukan Soal Raja, tapi Jabatan Gubernur  

Reporter

Editor

Elik Susanto

Kamis, 14 Mei 2015 06:00 WIB

Sri Sultan HB X bersama dengan GKR Hemas duduk lesehan, memberikan audiensi dan penjelasan isi dari Sabda Raja di ndalem Wironegaran, Suryomentaraman, Panembahan, Yogyakarta, 8 Mei 2015. Sabda Raja dan Dawuh Raja bukanlah keinginan pribadi. Dirinya hanya melaksanakan dawuh Allah lewat leluhur Keraton. TEMPO/Pius Erlangga.

TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat kebudayaan Universitas Indonesia, Karsono Kardjo Saputra, menyatakan tak ada suksesi takhta kerajaan yang terjadi tanpa darah atau konflik dalam sejarah Asia Timur dan Tenggara. Sejumlah negara, termasuk Indonesia, memiliki catatan konflik panjang, bahkan pembunuhan, dalam penentuan calon pengganti penguasa.

‎"Berbeda dengan suksesi kerajaan di Eropa yang sudah diatur dalam undang-undang, sehingga relatif lancar," kata Karsono, Rabu, 13 Mei 2015.

Hal ini disampaikan Karsono untuk menanggapi polemik internal Keraton Yogyakarta soal suksesi takhta Sri Sultan Hamengku Bawono X. Peluang adik kandung Sultan menjadi pewaris takhta Kerajaan Mataram Islam, yang berdiri pada abad ke-17, itu pupus. Pasalnya, Sultan yang tak memiliki anak perempuan telah mengeluarkan sabda raja kedua, yang isinya mengangkat anak sulungnya sebagai putri mahkota.

Dalam sabda tersebut, Sultan mengubah nama putri pertamanya, Gusti Kanjeng Ratu Pembayun, menjadi GKR Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng Ing Mataram‎. Pengubahan nama ini dituding menjadi langkah Sultan mempersiapkan Pembayun sebagai putri mahkota Kesultanan Yogyakarta.

Menurut Karsono, polemik internal Keraton tak semata soal jabatan raja, tapi juga posisi politik sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain itu, posisi sultan terbilang menggiurkan karena banyaknya aset Keraton. "Memang karena kepentingan politik," katanya.

Meski demikian, Karsono menyatakan polemik ini tak akan menyebabkan perpecahan Kesultanan Yogyakarta. Sultan dan keluarganya dinilai mampu menyelesaikan masalah suksesi tersebut dengan baik dan terhormat.

Kesultanan sendiri memiliki catatan buruk saat suksesi Sultan HB VI ke Sultan HB VII. Pada saat itu, kesultanan sampai empat kali melakukan pengangkatan putra mahkota karena calon-calonnya sakit dan meninggal dunia.

FRANSISCO ROSARIANS‎

Berita terkait

Cerita dari Kampung Arab Kini

13 hari lalu

Cerita dari Kampung Arab Kini

Kampung Arab di Pekojan, Jakarta Pusat, makin redup. Warga keturunan Arab di sana pindah ke wilayah lain, terutama ke Condet, Jakarta Timur.

Baca Selengkapnya

Begini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X

16 hari lalu

Begini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X

Sekda DIY Beny Suharsono menyatakan open house Syawalan digelar Sultan HB X ini yang pertama kali diselenggarakan setelah 4 tahun absen gegara pandemi

Baca Selengkapnya

Kisah Pencak Silat Merpati Putih, Bela Diri Keluarga Keraton yang Dibuka ke Masyarakat Umum

32 hari lalu

Kisah Pencak Silat Merpati Putih, Bela Diri Keluarga Keraton yang Dibuka ke Masyarakat Umum

Sejumlah teknik dan jurus pencak silat awalnya eksklusif dan hanya dipelajari keluarga bangsawan. Namun telah berubah dan lebih inklusif.

Baca Selengkapnya

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

52 hari lalu

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755

Baca Selengkapnya

Nyepi Di Candi Prambanan, Polisi Berkuda Patroli dan Tiga Akses Masuk Dijaga Bregada

54 hari lalu

Nyepi Di Candi Prambanan, Polisi Berkuda Patroli dan Tiga Akses Masuk Dijaga Bregada

Kawasan Candi Prambanan Yogyakarta tampak ditutup dari kunjungan wisata pada perayaan Hari Raya Nyepi 1946, Senin 11 Maret 2024.

Baca Selengkapnya

DI Yogyakarta Berulang Tahun ke-269, Tiga Lokasi Makam Pendiri Mataram Jadi Pusat Ziarah

57 hari lalu

DI Yogyakarta Berulang Tahun ke-269, Tiga Lokasi Makam Pendiri Mataram Jadi Pusat Ziarah

Tiga makam yang disambangi merupakan tempat disemayamkannya raja-raja Keraton Yogyakarta, para adipati Puro Pakualaman, serta leluhur Kerajaan Mataram

Baca Selengkapnya

Ketua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan

4 Maret 2024

Ketua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan

Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto menegaskan tidak boleh ada sweeping rumah makan saat Ramadan. Begini penjelasannya.

Baca Selengkapnya

Sultan HB X Beri Pesan Untuk Capres Pasca-Coblosan: Semua Perbedaan dan Gesekan Juga Harus Selesai

14 Februari 2024

Sultan HB X Beri Pesan Untuk Capres Pasca-Coblosan: Semua Perbedaan dan Gesekan Juga Harus Selesai

Sultan HB X seusai mencoblos hari ini memberikan pesan agar usai Pemilu, semua permasalahan, perbedaan antarcapres selesai.

Baca Selengkapnya

Badai Tropis Anggrek Gempur Gunungkidul, Ada 27 Kerusakan

20 Januari 2024

Badai Tropis Anggrek Gempur Gunungkidul, Ada 27 Kerusakan

Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mencatat 27 kejadian kerusakan dampak Badai Tropis Anggrek yang terdeteksi di Samudera Hindia.

Baca Selengkapnya

Tahun Ini Usia Cirebon Lebih Muda, Apa Sebabnya?

9 Januari 2024

Tahun Ini Usia Cirebon Lebih Muda, Apa Sebabnya?

Melalui hasil rapat panitia khusus disepakati ulang tahun Cirebon jatuh pada 1 Muharram 849 Hijriah

Baca Selengkapnya