Politikus Gerindra, Fadli Zon, memberikan keterangan kepada media usai menggelar pertemuan tertutup di Bakrie Tower, Jakarta, 29 Januari 2015. TEMPO/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan Kementerian Hukum dan HAM terkait kepengurusan Partai Golkar mengecewakan sejumlah pihak dalam Koalisi Merah Putih.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Gerindra Fadli Zon mengatakan keputusan Menteri Yasonna Laoly itu menunjukkan adanya penyalahgunaan kekuasaan. Dia menilai pemerintah otoriter dan mulai ikut campur memecah belah partai.
"Pemerintah otoriter mengembalikan ke zaman dulu ketika memecah belah Partai Demokrasi Indonesia," kata Fadli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 11 Maret 2015.
Fadli berpendapat sikap Menteri Laoly akan membawa dampak buruk bagi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. "Pemerintah tak becus. Ini akan merugikan pemerintah sendiri," kata dia.
Kemarin Menteri Laoly mengumumkan Partai Golkar yang diketuai oleh Agung Laksono sebagai kepengurusan yang sah. Ia mengambil kebijakan tersebut berdasarkan keputusan mahkamah partai terhadap gugatan Agung. Dua hakim mahkamah partai, Djasri Marin dan Andi Matalatta, dengan tegas memenangkan kubu Agung. Sementara Muladi dan Natabaya memilih tak bersikap. Kubu Ical memaknai putusan ini sebagai putusan mengambang.
Menurut Fadli, seharusnya pemerintah tak ikut campur dalam konflik ini dan mengakui kepengurusan Aburizal Bakrie. "Jelas yang sah adalah milik Aburizal karena ada kehadiran DPD tingkat I dan II," kata dia. "Kalau yang disahkan justru kubu Agung, maka ini menodai dan menginjak demokrasi kita."
Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI, Fadli Zon, memimpin pertemuan bilateral yang penting dengan Delegasi Parlemen Myanmar dalam Pengasingan di Sidang Parlemen Dunia (IPU) di Jenewa, Swiss.