Presiden Jokowi (tengah) bersama Wakapolri Komjen Pol. Badrodin Haiti (kiri), Jaksa Agung HM Prasetyo (kedua kiri), dan Plt. Ketua KPK Taufiequrachman Ruki (kedua kanan) menjawab pertanyaan wartawan di Istana Merdeka Jakarta, 25 Februari 2015. ANTARA/Setpres-Intan/HO
TEMPO.CO, Jakarta - Guru besar hukum pidana Universitas Andalas, Elwi Danil, menyarankan Komisi Pemberantasan Korupsi tetap mengajukan peninjauan kembali atas putusan praperadilan yang “membebaskan” bekas calon Kepala Kepolisian Komisaris Jenderal Budi Gunawan dari jeratan tersangka.
Elwi meminta KPK ngotot mengajukan PK meskipun secara lisan Mahkamah Agung menolak rencana Komisi tersebut.
"KPK salah jika hanya bertanya secara lisan kepada MA. KPK harus segera mengajukan PK itu, sehingga jika ditolak, akan ada surat dari MA yang menyatakan penolakan itu," kata Elwi saat dihubungi Tempo, Senin, 9 Maret 2015.
Menurut Elwi, setelah permohonan KPK itu masuk ke MA, Mahkamah kemudian akan memproses permohonan itu. Elwi menyebutkan KPK masih punya kesempatan jika ada hakim yang mau mengambil permohonan PK yang diajukan komisi antirasuah tersebut.
PK kini menjadi rencana alternatif KPK supaya tetap bisa mengusut kasus Budi Gunawan. Sebelumnya, oleh hakim tunggal Sarpin Rizaldi dalam putusan praperadilan, penetapan tersangka Budi oleh KPK dalam perkara suap dan gratifikasi dinyatakan tidak sah.
MA kemudian menyatakan KPK tak punya dasar hukum untuk menerima PK dari KPK terkait dengan putusan tersebut.
Namun sebelumnya MA pernah menerima pengajuan PK putusan praperadilan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Suko Harsono, yang mencabut status tersangka kasus Bioremediasi PT Chevron Bachtiar, Abdul Fatah. Permohonan PK itu diajukan Jaksa Agung. MA bahkan memecat hakim Suko.