Begal yang Bertobat Ini Buka-bukaan Modus Rampok
Editor
MC Nieke Indrietta Baiduri
Minggu, 8 Maret 2015 06:05 WIB
TEMPO.CO, Bangkalan --- Melihat penampilannya, orang tidak akan menyangka Aryo--bukan nama sebenarnya, 29 tahun, pernah menjadi begal sepeda motor. Warga Bangkalan ini, murah senyum dan ramah. Penampilannya jauh dari kesan sangar. "Saya sudah kapok," katanya kepada Tempo, Sabtu, 7 Maret 2015.
Dihajar warga dan pernah merasakan dinginnya sel tahanan, dua hal yang membuat ARS jera merampas sepeda motor. "Lagian sekarang saya sudah punya anak, kasian anak saya nanti kalau tahu bapaknya perampok," ujar dia.
Ekonomi keluarga ARS sebenarnya berkecukupan, meski saat ini tidak bekerja, kiriman dari orang tuanya di perantauan cukup membiayai hidup istri dan anaknya. Lalu kenapa dia menjadi begal? "Ada kebanggaan jadi begal, disegani teman-teman," katanya mengenang.
Terjerumusnya ARS ke dunia kelas itu berawal dari pertemanan dengan begal senior. Awalnya, ARS hanya ikut-ikutan. Setiap kali dapat mangsa, dia mendapat bagian Rp 200 ribu. "Saya jadi joki, teman yang merampok," katanya. Setiap kali beraksi, anggota komplotan bisa mencapai enam orang.
Setelah tahu cara membegal serta ciri-ciri orang yang gampang dibegal, ARS beraksi sendiri. Dia mengajak anak-anak usia sekolah SMP menjadi jokinya. Karena punya komplotan sendiri, ARS mengaku uang yang didapatnya jauh lebih banyak. "Sekali begal bisa dapat Rp 1 hingga 1,5 juta".
<!--more-->
ARS mengaku tidak pernah menjual sepeda motor hasil rampasannya. Setiap kali dapat rampasan, dia selalu menawarkan kembali kepada korbannya mau ditebus atau tidak. Untuk sepeda motor buatan ke atas tahun 2000, uang tebusan paling kecil Rp 2 hingga 3 juta. Baru, kata dia, Kalau korbannya tidak mau menebus, barang rampasan akan dijual ke penadah dengan rata-rata Rp 2 juta per unit. "Tapi kebanyakan korban pasti menebus," katanya.
Untuk berhubungan dengan korban begal tidaklah rumit. Kata ARS, para korban akan melapor kepada tokoh masyarakat di desa tempatnya beraksi untuk meminta bantuan mencarikan sepeda motor yang dirampas. "Si tokoh kemudian akan menyebar informasi kehilangan kepada tokoh-tokoh di desa lain, informasi itu kemudian diteruskan ke mantan begal di tiap desa, dari mereka inilah informasi itu akan sampai kepada saya, kemudian saya akan mengajukan besaran uang tebusan," jelas ARS tentang alur pencarian sepeda motor yang dibegal.
Agar bisa beraksi minimal empat sekali sepekan, ARS dan temannya selalu berpindah-pindah desa. Waktu beraksi adalah tengah malam hingga dini hari. Setiap beraksi minimal ARS mengajak empat temannya, untuk jaga-jaga kalau korban melawan. "Kalau korban sudah lapor polisi, saya gak akan ajukan tebusan, khawatir dijebak. Barang rampasan langsung dijual ke penadah atau warga biasa".
Wakil Kepala Polres Bangkalan, Komisaris Yanuar Herlambang mengatakan kasus kejahatan begal di Bangkalan meningkat. Dari bulan Januari hingga Februari 2015, polisi berhasil mengungkap 16 kasus pencurian dengan kekerasan dengan 18 tersangka. Para tersangka sudah lama masuk daftar target operasi polisi. "Meningkat dibanding tahun sebelumnya, tapi saya lupa data pastinya," katanya.
Yanuar tidak menampik adanya praktik tebus-menebus antara korban dan pelaku pembegala di Bangkalan. Bahkan, kata dia, kebanyakan korban, memilih meminta bantuan tokoh masyarakat ketimbang meminta bantuan polisi dalam hal urusan pembegalan. "Praktik semacam itu, salah satu penghambat polisi memberantas pelaku pembegalan," ungkapnya.
MUSTHOFA BISRI