Joko Widodo menerima Anggota Kompolnas, yaitu, Edi Putra Hasibuan (dua kanan), Logan Siagian (kanan), Hamidah Abdurrahman (tiga kanan), Syafriadi Cut Ali (dua kiri), dan Adrianus Meliala (kiri) di Istana Merdeka, Jakarta, 29 Januari 2015. ANTARA/Prasetyo Utomo
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional melonggarkan standar persyaratan agar beberapa nama, seperti Budi Waseso, masuk bursa calon Kepala Kepolisian RI. Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 mensyaratkan calon harus jenderal bintang tiga dan punya masa pensiun paling cepat dua tahun. Badrodin Haiti, misalnya, tak masuk kriteria lantaran pensiun pada Juli 2016.
Anggota Kompolnas, Adrianus Meliala, mengatakan pihaknya sudah ada kesepakatan soal Badrodin. "Masa pensiun calon Kapolri paling cepat dua tahun jadi persyaratan mutlak, tapi kami sepakat melanggarnya dengan pertimbangan tertentu," ujar Adrianus pada Kamis, 5 Februari 2015. Dia juga tak menyebutkan apa pertimbangan tertentu itu.
Selain itu, Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Komisaris Jenderal Budi Waseso juga disebut memiliki kelemahan. Kekurangan Budi Waseso, tutur Adrianus, adalah kepemimpinannya sebagai kapolda. Nilai tambah sebagai calon yang merupakan kapolri adalah pernah memimpin kepolisian daerah kategori A.
"Semua calon ada kelemahan dan kelebihannya," katanya. Kompolnas juga mencoret Komisaris Jenderal Suhardi Alius dari bursa pencalonan. Suhardi sebelumnya mendadak dicopot dari posisi Kabareskrim dan diganti dengan Waseso. Alasannya, menurut Adrianus,"Dia terlalu muda, masih ada kesempatan."
Sebelumnya, Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Dahnil Simanjuntak mengatakan Presiden Joko Widodo harus mundur jika masih berkukuh melantik Komisaris Jenderal Budi Gunawan atau mengajukan Komisaris Jenderal Budi Waseso menjadi Kepala Kepolisian.
Pelantikan salah seorang di antara keduanya dinilai sebagai pelanggaran terhadap komitmen dan janji Jokowi memberantas korupsi. "Budi Waseso itu 11-12 (sama) dengan Budi Gunawan," kata Dahnil di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Kamis, 5 Februari 2015.
Pemuda Muhammadiyah, tutur dia, sangat paham bahwa Jokowi harus berhadapan dengan tekanan dan pelbagai kepentingan kekuatan politik partai penyokong pemerintah. Namun, sebagai presiden, ujar dia, Jokowi harus berani melawan kepentingan yang merugikan kepentingan rakyat.