Suasana Rapat Paripurna Pengesahan Perppu Pilkada di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 20 Januari 2015. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Selain penghapusan uji publik, Fraksi Partai Gerindra mengusulkan penyelesaian sengketa Pilkada kembali ke Mahkamah Konstitusi, bukan melalui Mahkamah Agung seperti yang terdapat dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2014. Ia menganggap MK lebih berpengalaman dibanding MA, dan rezim Pilkada juga masuk dalam rezim Pemilu.
"MK sudah berpengalaman. Kita tak perlu bentuk badan khusus penanganan sengketa karena rezim pilkada masuk di rezim pemilu." kata dia.
Riza menilai penyelesaian sengketa juga dapat dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. "Tinggal diperkuat proses penyelesaiannya. Kalau harus buat badan baru justru menimbulkan masalah baru," kata dia. (Baca: Alternatif Pilkada Serentak Menurut Jimly)
Pasangan kepala daerah juga akan dipilih satu paket. Alasannya, Riza menilai penunjukkan wakil oleh kepala daerah akan mengurangi legitimasi wakil. Dia mengusulkan peningkatan syarat ambang batas pencalonan perseorangan. Dari partai politik 15 persen, dan dari independen sebesar 5-6 persen.
"Tokoh independen dikurangi agar hasilnya benar-benar berkualitas tapi jangan sampai ada kesan arogansi parpol," ujar dia. (Baca: PAN Dukung Penundaan Pilkada 2016)