Petugas mengangkat serpihan ekor pesawat AirAsia QZ8501 setelah dilakukan pemotongan di Pelabuhan Kumai, Kalteng, 12 Januari 2015. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO , Pangkalan Bun:Hendi tak pernah melewatkan setiap panggilan telepon yang masuk ke ponselnya. Berbekal telepon genggam sederhana, pria berusia 31 tahun itu menjawab suara di seberang telepon, "Baik nanti saya ke sana. Tolong ditunggu ya." Tak lama kemudian ia menghidupkan motor bebeknya dan melaju ke tempat yang dijanjikan.
Hendi telah satu tahun menjadi tukang ojek di Pangkalan Bun. Berbekal ponsel, ia kerap menerima permintaan mengantar langganan via telepon ataupun pesan singkat. Namun pria bertubuh tambun itu tak menyangka selama kurang lebih 18 hari ini rejekinya berlipat dari biasanya. (Baca : Investigasi Awal AirAsia Selesai Akhir Bulan Ini)
"Saya sering terima orderan dari wartawan yang minta diantar ke lokasi-lokasi Air Asia. Lumayan ramai, tiap hari pasti ada aja," kata Hendi saat berbincang dengan Tempo di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Kamis, 15 Januari 2015. (Baca : Tim Evakuasi Air Asia Diminta Waspadai Hujan)
Sulung dari empat bersaudara itu tak pernah menyangka bisa meraup rejeki berlipat dari para wartawan yang sedang meliput operasi pencarian pesawat Air Asia QZ8501. Setiap hari, rata-rata ia mendapat empat hingga lima pelanggan wartawan. Pendapatannya pun ikut melonjak.
"Sejak kecelakaan AirAsia, sehari saya bisa dapat Rp 150 ribu sampai Rp 200 ribu. Paling banyak pernah dapat Rp 250 ribu sehari," ujarnya. Padahal di hari biasa ia hanya membawa pulang rata-rata Rp 100 ribu.
Ia tak paham bagaimana nomor ponselnya bisa menyebar cepat di kalangan wartawan. Namun ia bersyukur pelanggannya bertambah banyak.
Sapto Andika, wartawan dari salah satu media nasional mengaku sering menggunakan jasa ojek Hendi selama liputan AirAsia di Pangkalan Bun. Menurutnya, naik ojek Hendi lebih murah dibanding naik taksi untuk keperluan liputan.
"Ojek lebih enak kalau diajak mampir ke mana-mana. Ojek juga lebih cepat," kata Sapto yang sudah berada di Pangkalan Bun sejak 30 Desember lalu.
Hendi alih pekerjaan menjadi tukang ojek setelah dirinya memutuskan berhenti bekerja di toko sembako sekitar satu tahun yang lalu. Saat itu, ia resah karena tak kunjung mendapat kenaikan gaji. "Dulu saya kerja di toko cuma dibayar Rp 40 ribu per hari. Sudah satu setengah tahun tapi gaji saya tidak dinaikkan juga," ujar bapak satu anak itu.
Di tengah hiruk pikuk tim operasi gabungan mencari bagian pesawat AirAsia yang jatuh di Selat Karimata, dan ramainya wartawan peliput kecelakaan itu, ia juga sibuk wara-wiri demi mengais rejeki.
"Yang penting halal dan mumpung masih muda harus terus semangat kerja cari uang," katanya. Jika sedang sepi orderan, Hendi biasa mangkal di depan Hotel Mutiara sambil menunggu penumpang yang ingin menggunakan jasanya.
Sejak kecelakaan Air Asia pada 29 Desember 2014, para pewarta dari media nasional maupun asing ramai meliput operasi pencarian pesawat. Tim gabungan operasi pemerintah membuka Posko Utama di Lanud Iskandar, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah untuk memberikan informasi terkini dari pencarian pesawat Air Asia QZ8501 kepada wartawan.