Sejumlah pekerja menyiapkan peralatan pada Musyawarah Nasional IX Partai Golkar di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, 6 Desember 2014. Munas tandingan yang dilaksanakan oleh Presidium Penyelamat Partai Golkar ini rencananya akan dihadiri oleh 240 DPD provinsi dan kabupaten/kota. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pimpinan Daerah Tingkat II Purworejo, Kelik Sumrahadi menyatakan, pimpinan daerah menyerahkan seluruh penentuan ketua umum kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Ia enggan untuk menentukan Munas mana yang bernilai legal atau sah."Yang Munas Bali sangat mencekam, tak bisa dijelaskan. Tapi memang mencekam, semua tegang," kata Kelik di Hotel Mercure, Ahad, 7 Desember 2014.
Ia menyatakan, Munas Ancol lebih menunjukan sifat asli partai berlambang pohon beringin tersebut. Ia menilai, selama 50 tahun berdiri, Golkar selalu menjadi partai yang demokratis dan kekeluargaan. Sedangkan Munas Bali, sama sekali tak mencerminkan jiwa Golkar. "Kecewa pasti," kata dia. (baca : Tiga Kecurangan Ical di Munas Golkar Bali).
Kelik juga menyatakan, dirinya datang ke Munas Bali dan Munas Ancol karena merasa diundang oleh Golkar. Ia tak mau membedakan dua perselisihan kepemimpinan partai tersebut. (baca : Kubu Ical: Peserta Munas Ancol Diberi Rp 500 juta).
Soal pemecatan, Kelik menilai putusan tersebut lebih sebagai rasa gelisah dan kekhawatiran perorangan, bukan partai. Ia yakin tak ada pemecatan pada DPD I dan II yang hadir di Munas Ancol.
Ketua Sidang Munas Ancol Leo Nababan sebelumnya menyatakan, pelaksanaan pemungutan suara terkendali karena sejumlah pimpinan DPD mendapat ancaman dari kubu Aburizal Bakrie. Beberapa orang diklaim menemui pimpinan DPD di Hotel Mercure menyampaikan ancaman pemecatan.
Jumlah DPD yang terdaftar ikut Munas sebanyak 385, tapi yang lulus verifikasi untuk ikut pemungutan suara baru sekitar 290 orang. Pemilihan dilakukan dengan cara tertutup.