Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (kelima kiri) bersama sejumlah petinggi dan pengurus partai Golkar usai memberikan keterangan pers terkait Munas ke-7 Partai Golkar di Jakarta, 25 November 2014. ANTARA/Rifki Saputra
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golongan Karya Akbar Tandjung mengaku khawatir konflik antara kubu Aburizal Bakrie dan Kubu Agung Laksono akan berdampak pada perolehan suara Golkar pada Pemilu 2019.
Akbar mengatakan tidak ingin perolehan suara Golkar menurun seperti ketika dipimpin Jusuf Kalla pada 2004.
Padahal, ujar Akbar, saat itu Jusuf Kalla menjadi wakil presiden. "Itu yang kami cegah betul, dengan mencari langkah yang baik," ujar rival Kalla saat pencalonan Ketua Umum Golkar pada 2004 itu. (Baca: Golkar Kisruh, Agung 'Panggil' JK dan Surya Paloh)
Geliat dukungan dari pengurus daerah sudah terpantau oleh Akbar. Menurut Akbar, ketua dewan pimpinan daerah I atau tingkat provinsi menguat ke Aburizal Bakrie.
Priyo Budi Santoso dan Airlangga Hartanto, kata Akbar, juga sudah mulai bergerilya ke DPD I dan DPD II. Namun Akbar menyadari bahwa hak suara memilih calon Ketua Umum Golkar tidak hanya dipunyai ketua DPD I. (Baca: Begini Sikap Titiek Soeharto Soal Konflik Golkar)
Total ada sekitar 700 suara yang harus diperebutkan. Berdasarkan hitungannya, suara dari DPD I sebanyak 33, DPD II sekitar 500, dan sisanya dari organisasi-organisasi yang berafiliasi dengan Golkar. Berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Golkar, tutur Akbar, untuk menjadi calon ketua umum partai beringin harus memperoleh minimal 30 persen dari total suara atau sekitar 200 suara.