Prabowo Subianto bersama Hatta Rajasa, Akbar Tanjung, Suryadharma Ali dan politisi senior PPP Djan Faridz, menggelar acara syukuran Koalisi Merah Putih, di Masjid Al-Bakrie, Jakarta, 10 Oktober 2014. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Suryadharma Ali mengatakan surat pengukuhan kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan versi Romahurmuzy adalah noda hitam di awal kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Ini karena surat yang diterbitkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia itu merupakan bentuk pelanggaran terhadap aturan undang-undang politik. (Baca; Kisruh PPP, Kubu Romi Dituding Pengaruhi Mbah Moen)
"Ini mencerminkan Kementerian Hukum tidak mengedepankan prinsip profesionalitas dan kehati-hatian," kata Suryadharma saat memberi sambutan di hadapan undangan dan peserta muktamar PPP versi kepengurusannya di Grand Sahid Hotel, Kamis, 30 Oktober 2014.
Para undangan adalah partai politik dari koalisi Merah Putih yakni Majelis Pertimbangan PAN Amien Rais, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum PAN Hatta Rajasa, Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie, serta Presiden PKS Anis Matta.
Muktamar versi Suryadharma adalah perwujudan dari koalisi Prabowo-Hatta Rajasa. Muktamar ini adalah kubu yang berlawanan dengan Romahurmuziy, Sekretaris Jenderal PPP yang diangkat menjadi ketua umum PPP pada Muktamar di Surabaya awal Oktober. (Baca: Muktamar, PPP Suryadharma Bahas Surat Menkumham )
Kubu Romahurmuziy kini mendukung koalisi Joko Widodo-Jusuf Kalla. Saat perebutan pemimpin alat kelengkapan di Dewan Perwakilan Rakyat, mereka menerima surat pengukuhan kepengurusan dari Kementerian Hukum.
Suryadharma menduga tindakan Kementerian Hukum adalah bentuk intervensi pemerintah ke partai politik. Bahkan menuding Pemerintah mencampuradukkan persoalan ketatanegaraan dengan politik.
"Akibatnya tindakan kementerian mencederai keadilan," kata Suryadharma.
Suryadharma lantas mendesak agar Presiden Joko Widodo mencabut surat Kementerian Hukum. Ia sekaligus berharap agar PPP tidak terpecah belah.