Jembatan Siak III ditutupi kabut asap di Pekanbaru, Riau (13/3). Kabut asap dampak dari kebakaran lahan dan hutan di Provinsi Riau semakin pekat, Pemerintah Provinsi Riau terus menghimbau kepada seluruh masyarakat agar mengenakan masker pelindung bila beraktivitas diluar ruangan karena kualitas udara di Pekanbaru dalam level bahaya. ANTARA/Rony Muharrman
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana memprediksi puncak musim kemarau di Indonesia terjadi pada Oktober 2014. Imbasnya, kondisi lahan hutan akan semakin mengering. “Jika kebakaran, api akan sulit dikendalikan,” ujar Kepala Pusat Informasi Data dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugoho dalam konferensi pers di kantornya, Rabu, 17 September 2014.
Sutopo menuturkan, selama Februari-Juli 2014, kebakaran hutan lebih tinggi dibanding pada tahun-tahun sebelumnya. Padahal, ujar dia, saat itu sedang musim hujan, jadi tak menutup kemungkinan kebakaran lahan dan hutan pada musim kemarau akan lebih tinggi. (Baca: Kebakaran Ganggu Penerbangan di Dua Bandara)
Kondisi tersebut diperparah dengan adanya siklon Kalmaegi dari Samudra Pasifik yang dapat menyebarkan asap ke beberapa negara tetangga. Misalnya, asap kebakaran di Sumatera Selatan dan Riau dapat terbang ke Singapura dan Malaysia. (Baca: Asap Riau Diduga Kiriman dari Sumatera Selatan)
Menurut pantauan satelit NOAA, BNPB mencatat titik api pada 15 September 2014 masih tinggi di beberapa provinsi, antara lain di Kalimantan Tengah, dengan 227 titik api, Kalimantan Barat (112 titik api), Kalimantan Selatan (39 titik api), Sumatera Selatan (134 titik api), Riau (89 titik api), dan Jambi (62 titik api). Sutopo memprediksi kondisi tersebut akan semakin parah jika tersulut kebakaran kecil.
Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan Kementerian Kehutanan mencatat kebakaran hutan yang terjadi di enam provinsi tersebut seluas 3637,75 hektare di kawasan konservasi dan 1801,6 hektare di lahan kebun.