TEMPO Interaktif, Jakarta:Kepala Dinas Penerangan Markas Besar TNI AU, Marsekal Pertama Sagom Tamboen, menyatakan pihaknya tidak mungkin mampu membiayai ongkos sewa gudang penyimpanan gudang pesawat tempur F-5 di California, Amerika Serikat. Sebab, TNI AU sampai saat ini masih kewalahan untuk membiayai operasional pesawat-pesawat yang sudah ada. Sagom mengungkapkan hal itu terkait masih tertahannya satu pesawat tempur F-5 milik TNI AU di AS akibat embargo militer sejak tahun 1991. Pesawat yang dibeli dari AS itu, menurut dia, dikirimkan ke negara itu untuk diperbaiki karena rusak di beberapa bagian. "Kami kirim ke sana untuk perbaikan, tapi setelah perbaikan tertahan oleh embargo," kata Sagom kepada Tempo, Jumat (6/5). Berdasarkan aturan Kongres AS tentang embargo, alat persenjataan mematikan (lethal weapon) tidak dapat dipindahkan, dijual ataupun dibeli selama masa embargo. Namun, dirinya mengaku belum tahu benar dari mana anggaran sewa itu diambil untuk membayar karena selama ini TNI AU merasa belum pernah mengeluarkan dana untuk itu. Kalau seandainya benar anggaran AU dipotong 15 ribu dolar untuk sewa, kata Sagoem. Hal itu sangat tidak mungkin. “Sebab, untuk operasi yang ada saja sudah empot-empotan apalagi untuk pesawat yang nota bene tidak bisa dipakai," katanya. Ia memperkirakan uang sewa tersebut dibayarkan terlebih dahulu oleh kontraktor (rekanan TNI/Dephan) kepada pemilik gudang pesawat di California. Mekanismenya seperti apa, Sagom menyatakan tidak tahu. Djoko Susilo, anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggugat besarnya dana yang dikeluarkan pemerintah untuk sewa gudang penyimpanan pesawat tempur yang di embargo (Koran Tempo, 6/5). Ia mempersoalkan rekanan yang memfasilitasi karena kemungkinan, dari transaksi penyewaan gudang, rekanan mendapatkan komisi sebesar 10 persen. Agus Supriyanto