TEMPO.CO, Mojokerto - Kejaksaan Negeri Mojokerto mulai menyelidiki proyek jalan Kabupaten Mojokerto yang digarap pada 2013 karena diduga sarat korupsi. Kejaksaan menyelidikinya berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Mojokerto tahun 2013. ”Kejaksaan berinisiatif menyelidiki dua proyek jalan untuk membuktikan ada-tidaknya unsur korupsi,” kata Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mojokerto, Dinar Kripsiaji, di kantornya, Kamis, 28 Agustus 2014. Selain mengacu pada audit BPK, Kejaksaan juga menerima laporan dari masyarakat.
Dari hasil pemeriksaan, BPK menemukan potensi kerugian Rp 29,3 miliar dalam proyek tersebut. BPK memberikan opini tidak wajar (TW) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Mojokerto 2013. Kerugian itu diduga akibat dari adanya kelebihan pembayaran dalam proyek tersebut. Walhasil, BPK memberi kesempatan Pemerintah Kabupaten Mojokerto untuk mengembalikan kelebihan pembayaran selama 40 hari sejak laporan diberikan pada 23 Mei 2014. Tapi, hingga 23 Juli 2014, pemerintah Mojokerto belum mengembalikan seluruhnya.
Kelebihan pembayaran terbesar adalah proyek peningkatan jalan lingkungan (PJL) di Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang sebesar Rp 16,1 miliar. Proyek lainnya adalah pembangunan/peningkatan jalan desa melalui Bantuan Keuangan Desa (BKD) Rp 9,09 milar. Dua proyek jalan inilah yang sedang diusut Kejaksaan. ”Beberapa pejabat sudah dimintai keterangan,” kata Dinar. (Baca: Separuh Anggota DPRD Mojokerto Terperiksa Korupsi)
Proyek jalan itu diduga dikorupsi kontraktor dengan cara mengurangi volume pekerjaan untuk menutup besarnya suap atau fee bagi pejabat pemerintah kabupaten dan kepala desa, termasuk bupati. Mekanisme pelaksanaan proyek jalan desa juga diduga menyalahi prosedur. Proyek yang seharusnya dikerjakan swakelola oleh desa digarap pihak ketiga yang bekerja sama dengan kontraktor pelaksana. (Baca: Kejari Mojokerto Tetapkan 3 Tersangka Kasus Tanah)
Dugaan suap proyek ini untuk pejabat diakui salah satu pengusaha. “Fee pada tahun 2013 mencapai 17,5 persen per paket proyek,” kata pengusaha yang juga Kepala Desa Bangsal Anton Fatkhurahman. Anton termasuk pengusaha yang mendapat proyek PJL Dinas PU. Ia mencontohkan, jika setiap paket proyek sesuai dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Rp 200 juta, maka beselan untuk pejabat Rp 35 juta.
Adapun Kepala Bagian Hukum Pemkab Mojokerto Bambang Purwanto mengaku belum mengetahui proses hukum yang ditempuh Kejaksaan. “Belum ada informasi soal itu,” kata Bambang. Menurut dia, sebagai aparat pemerintah, pihaknya menghormati proses hukum yang dilakukan Kejaksaan. “Kami pun akan berkoordinasi dengan pihak desa.”
Adapun Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemkab Mojokerto Alfiah Ernawati mengaku Pemerintah Kabupaten belum sepenuhnya mengembalikan kelebihan dana seperti yang direkomendasikan BPK. “Baru sebagian yang dikembalikan.”
ISHOMUDDIN
Berita terkait:
Melanggar Hukum, Legislator Terpilih Gagal Dilantik
Golkar Minta Pelantikan DPRD Jakarta Ditunda
Sidoarjo Melantik 50 Anggota DPRD