TEMPO.CO, Jakarta - Sejarawan J.J. Rizal mendaftarkan uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ke Mahkamah Konstitusi. Rizal didampingi kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum. (Baca: KPK dan DPD Kompak Tolak UU MD3)
"Kami ingin melakukan uji materi UU MD3, khususnya Pasal 245," kata kuasa hukum pemohon, Muhammad Isnur, di gedung Mahkamah, Senin, 18 Agustus 2014. "Kami menganggap pasal itu diskriminatif dan hanya memberikan perlakuan khusus bagi anggota Dewan." (Baca: DPD Kritisi UU MD3 karena Rasa Sayang)
Pasal 245 ayat (1) berbunyi, "Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat pertetujuan tertulis dari Mahkamah Dewan Kehormatan." Isnur menilai bunyi pasal tersebut diskriminatif dan memberikan keleluasaan penuh kepada anggota Dewan. "Pasal ini juga merugikan hak konstitusional orang banyak yang bukan anggota Dewan," ujarnya. (Baca: KPK: DPR Tak Mendukung Pemberantasan Korupsi)
Isnur menilai permohonannya ini juga sebagai upaya perlawanan dari aparat penegak hukum yang sering sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana. Misalnya, tutur Isnur, adanya praktek penyiksaan yang bertentangan dengan hak asasi manusia. Menurut dia, anggota Dewan seharusnya lebih memperhatikan kondisi masyarakat kecil. "Bukan justru membuat aturan yang mengistimewakan kelompok dan golongannya sendiri."
Isnur tidak ingin kasus yang dialami JJ Rizal pada 2009 terulang akibat adanya diskriminasi hukum. Saat itu Rizal menjadi korban salah tangkap dan dituduh melakukan tindak pidana oleh oknum polisi dari Polsek Beji, Depok. Kala itu, kata dia, polisi asal tangkap terhadap warga sipil. "Sedangkan saat ini kalau mau menangkap anggota Dewan yang melakukan tindak pidana harus izin Mahkamah Dewan Kehormatan," ujarnya.