TEMPO.CO , Bandung: Makin sedikitnya jumlah Kukang Jawa karena maraknya perdagangan ilegal satwa liar dan terganggunya habitat. Banyak penebangan bambu yang dilakukan tanpa disertai penanaman bambu kembali. "Sehingga tempat tinggal kukang semakin berkurang," ujar Koordinator Lapangan Little Fireface Project, Denise Spaan dalam diskusi mingguan di sekretariat AJI Bandung akhir pekan ini. (Baca:Penjualan Elang Bido dan Kukang Jawa Digagalkan)
Denise menuturkan tempat hidup satwa yang dijuluki Si Malu-malu ini adalah di pepohonan terutama bambu. Kukang bergerak dari satu pohon ke pohon yang lainnya menggunakan tangannya. Jika kukang harus turun ke atas tanah, mereka langsung berlari cepat seperti tikus.
Hewan yang memiliki masa hidup 20-25 tahun tersebut dinilai tidak akan bertahan lama jika tinggal di dataran. "Untungnya mereka memiliki kamuflase yang bagus menyerupai pohon bambu dan dedaunannya," kata Denise.
Berdasarkan penelitian Profesor Anna Nekaris, Manajer Konservasi Primata Little Fireface Project, Kukang Jawa termasuk hewan di ambang krisis sejak November 2013. Hal tersebut didukung dengan data International Union for Conservation of Nature yang menyantumkan Kukang Jawa di daftar red list-nya. (Baca:Hindari Razia, Satwa Langka Dijual Lewat Internet)
Dalam upaya konservasi Kukang Jawa, komunitas Little Fireface Project, mengamati kehidupan 15 ekor satwa dewasa ini di Garut, Jawa Barat. Selain memakan belalang, tikus, dan burung, kukang senang memakan getah pohon Jengjen dan meminum sari madu dari bunga Kaliandra. Dapat dikatakan kukang berjasa dalam pembasmian hama pertanian dan penyerbukan di lingkungan sekitarnya.
Denise menuturkan pihaknya mengadakan pembelajaran tentang kukang pada para petani dan anak-anak di daerah konservasi. Kami ingin masyarakat memahami, katanya, betapa pentingnya keberadaan kukang bagi kehidupan mereka.