Sejumlah pengendara roda dua saat melintasi jalanan di wilayah Kota Madiun, Jawa Timur tertutup abu vulkanik Gunung Kelud (14/2). Kondisi ini memaksa para pengguna jalan meningkatkan kewaspadaan dan mengenakan masker saat berkendara. TEMPO/Nofika Dian Nugroho
TEMPO.CO, Jakarta - Abu vulkanik yang menyembur dari Gunung Kelud mengguyur Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya. Tekstur abu vulkanik ini lebih lembut jika dibandingkan dengan abu vulkanik yang dimuntahkan Gunung Merapi. Warna abu juga berbeda. Abu dari Kelud berwarna kecokelatan, sedangkan abu Merabi cenderung abu-abu.
"Kandungan kimia abu dari Kelud masih diteliti. Kalau abu Merapi kandungannya sudah jelas," kata Sri Sumarti, Kepala Seksi Gunung Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi Yogyakarta, Jumat, 14 Februari 2014.
Karena teksturnya sangat lembut, abu itu sangat mudah terserap ke dalam paru-paru jika terhirup. Karena itu, masyarakat diwajibkan menggunakan masker.
Walaupun bertekstur lembut, abu vulkanik dari Kelud juga sangat licin. Abu vulkanik ini akan memadat dan mengeras jika tersiram air. Ini membahayakan warga yang mengendarai mobil atau sepeda motor karena jalanan yang tertutup abu menjadi licin. Warga diminta berhati-hati.
Abu vulkanik mengandung beberapa unsur kimia. Yang paling dominan adalah silika, aluminium, kalsium, dan kadar besi.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Daerah Istimewa Yogyakarta menyiapkan 100 ribu masker gratis. Setiap kabupaten rata-rata menyiapkan 20 ribu masker. Masker-masker itu sudah dibagikan kepada masyarakat.
Kepala Dinas Kesehatan Sleman Mafilidati Nuraini mengimbau masyarakat agar mengenakan masker. Sebab, abu vulkanik bisa mengakibatkan penyakit ISPA atau infeksi saluran pernapasan akut. "Kami berkoordinasi dengan instansi terkait dalam menyikapi masalah hujan abu Kelud," kata dia.