Gubernur dan wakil gubernur Banten Atut Chosiyah dan Rano Karno usai mengikuti sidang sengketa Pemilukada Banten di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, pada 2011. Rano Karno pernah mengeluh dan ingin mundur dari jabatannya, kemudian Atut mengatakan: "Kepada pejabat yang mengeluh, saya minta untuk mundur. Dan saya tekankan sekali lagi, kalau ada yang mengeluh silakan mundur saja," TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Serang - Wakil Gubernur Banten Rano Karno menolak memberi penjelasan atas kabar yang menyebutkannya menerima "mahar" Rp 6 miliar dari Gubernur Banten Atut Chosiyah yang kini mendekam di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur. "Mahar" disebut diberikan Atut agar Rano mendampinginya menjadi Wakil Gubernur Banten pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Banten pada 2011 lalu.
“Pusing saya diisukan seperti itu,” kata Rano sambil bergegas menuju mobilnya untuk meninggalkan kantornya di kawasan pusat Pemerintah Provinsi Banten, Selasa, 7 Januari 2014.
Sebelumnya, mantan Wakil Bupati Tangerang itu selalu lancar menjawab pertanyaan wartawan ihwal kondisi Provinsi Banten dan DPD PDI Perjuangan Banten. Namun, saat ditanya kembali soal isu uang itu, Rano memilih bergegas menuju mobilnya.
Rano sempat membantah menerima "mahar" tersebut. "Tidak ada itu, berita itu hanya isu. Saya juga heran kenapa muncul isu itu. Tapi, ya, itu haknya orang yang mengisukannya," ujarnya.
Meski demikian, Rano mengakui memang ada biaya politik untuk kegiatan operasional dalam sebuah pemilihan seperti untuk membayar saksi. Bahkan dirinya sebagai calon wakil gubernur saat itu ikut menyumbang untuk cost politics. “Cost politicsemang siapa yang bayar? Ya, semua calon lah, gua aja nyumbang kok waktu itu,” kata Rano.
Juru bicara keluarga Atut Chosiyah, Akhmad Jajuli mengatakan memang tidak ada "mahar politik" saat pilkada Banten tahun 2011. Menurut dia, yang ada saat itu adalah sharing biaya untuk kegiatan operasional tim pemenangan. “Biaya itu untuk alat peraga kampanye, saksi di TPS, PPK dan KPU," tutur Jajuli.