Gubernur dan wakil gubernur Banten Atut Chosiyah dan Rano Karno usai mengikuti sidang sengketa Pemilukada Banten di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, pada 2011. Rano Karno pernah mengeluh dan ingin mundur dari jabatannya, kemudian Atut mengatakan: "Kepada pejabat yang mengeluh, saya minta untuk mundur. Dan saya tekankan sekali lagi, kalau ada yang mengeluh silakan mundur saja," TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Priyo Budi Santoso menyatakan, partainya tak akan sewot atau marah jika Wakil Gubernur Banten Rano Karno menggantikan posisi Atut Chosiyah sebagai Gubernur. Alasannya, Rano adalah sosok pimpinan yang sejak awal telah dipilih dan dinilai layak oleh Partai Golkar.
Menurut Priyo, partainya sama sekali tak menyesal jika ada keputusan dari pemerintah untuk menyerahkan jabatan Gubernur Banten kepada Rano Karno. Golkar juga tak menyesal jika kursi pimpinan Banten jatuh ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, tempat Rano bernaung. "Saya pastikan tak akan ada sewot-sewotan."
Meski demikian, Golkar tetap akan berupaya mengajukan kadernya dalam tampuk kepemimpinan di Provinsi Banten. Jika Rano menjadi Gubernur Banten, Golkar akan memilih salah satu kadernya menjadi Wakil Gubernur Banten. "Kami akan duetkan dengan orang terbaik Golkar di Banten," kata Priyo.
Priyo juga pasang badan perihal terpilihnya Tatu Chasanah sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah Banten. Menurut dia, Tatu terpilih melalui proses demokrasi, bukan sengaja untuk mempertahankan dinasti politik keluarga Atut Chosiyah.
Sidang kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten yang menyeret mantan Gubernur Banten, Atut Chosiyah, sebagai terdakwa menegaskan adanya praktek politisasi birokrasi yang amat serius. Dalam sidang terungkap berbagai kesaksian bagaimana Atut dan keluarganya mampu mengatur birokrasi agar loyal dan tunduk kepada perintah mereka.