Mantan Komisaris PT Dutasari Citralaras Athiyyah Laila (berjilbab Coklat) didampingi Suaminya Ketua Umum Partai demokrat, Anas Urbaningrum usai menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis (26/04). TEMPO/Seto Wardhana. 20120426.
TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Johan Budi S.P., mengatakan dengan ditetapkannya Direktur Utama PT Dutasari Citra Laras, Machfud Suroso, menjadi tersangka, KPK terus menelisik aktor lain di balik kasus dugaan korupsi proyek Hambalang. "Semua tergantung apa yang dibeberkan Machfud," katanya kepada Tempo, Kamis, 7 November 2013.
Menurut Johan, penetapan Machfud sebagai tersangka dilakukan para penyidik setelah gelar perkara pada 3 November lalu. "Kami sudah memiliki dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan MS (Machfud Suroso) jadi tersangka," ujar dia. KPK kemudian mengeluarkan surat perintah penyidikan pada keesokan harinya.
KPK menetapkan Machfud sebagai tersangka baru karena diduga melanggar Pasal 2 ayat 2 atau Pasal 3 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Menurut KPK, Machfud diuntungkan dalam pengerjaan pembangunan sarana dan prasarana Hambalang, yang merugikan negara hingga Rp 463 miliar.
Dalam akta PT Dutasari tertanggal 30 Januari 2008, Athiyyah tercatat memiliki 1.650 saham dan menjabat sebagai komisaris. Pengacara Firman Wijaya memastikan Athiyyah tak lagi duduk pada posisi komisaris PT Dutasari sejak awal 2009. Athiyyah, kata Firman, telah mengundurkan diri sebelum proyek Hambalang dikerjakan pada 2011.
Tidak tercantumnya nama Athiyyah Laila dalam akta notaris perusahaan PT Dutasari Citralaras diduga untuk menghilangkan kaitan antara Athiyyah dengan proyek Hambalang. Dugaan ini tertulis dalam audit Hambalang tahap II dari Badan Pemeriksa Keuangan. Dalam audit itu disebutkan Direktur PT Dutasari Roni Wijaya pada 2011 mengaku diminta Machfud mengubah akte perusahaan,sehingga nama Athiyyah tidak tercantum lagi sebagai komisaris.