Seorang PSK berdiri di sisi jalan di kawasan lokalisasi tertua dan terbesar di Indonesia, Gang Dolly di Surabaya, (25/9). TEMPO/Fully Syafi
TEMPO.CO, Surabaya - Seorang Pekerja Seks Komersial (PSK) di Dolly, sebut saja Sinta, mengaku setiap harinya ia bisa melayani lima sampai tujuh orang. Pada malam Minggu, ia bisa melayani 10 sampai 13 orang. “Ya, kalau dihitung-hitung, cukuplah untuk makan dan dikirim ke kampung,” kata Sinta kepada Tempo di wisma New Barbara, Surabaya, Rabu, 9 Oktober 2013.
Sinta sudah lima tahun berkeja di Dolly. Dari tamu-tamunya, dia mendapat 30 persen dari tarif yang ditetapkan oleh pengelola wisma. Pengelola mendapat bagian 60 persen, sisanya diberikan kepada calo yang mencari pelanggan di depan wisma.
Sinta mengakui tarif untuk dirinya cukup mahal. Sekali booking Rp 200 ribu, dengan perincian ‘main’ selama satu jam plus dua kali karaoke. “Tarifnya setiap wisma memang berbeda-beda, mas, tergantung kelasnya,” kata dia.
Perempuan berusia 32 tahun itu mengaku tidak bisa menerima uang langsung dari para pelanggannya. Semua pembayaran dipusatkan di kasir yang berada di ruangan utama wisma. “Jadi, kami tidak bisa pegang uang langsung,” kata dia.
Sinta baru bisa menikmati hasil kerja kerasnya setelah semua wisma tutup, yaitu sekitar pukul 04.00 WIB. “Tapi jam tiga biasanya sudah sepi,” ujarnya. (Baca lengkap: Edisi Khusus Dolly)