TEMPO Interaktif, Jakarta:Kebebasan Pers di Indonesia menurut Atmakusumah Astraamadja dalam Diskusi “Meredefinisi Peran Dewan Pers Pasca Orde Baru” di Gedung The Habibie Center hari Kamis (11/11), akan dicapai dalam waktu 50 tahun. "Itupun harus ada perombakan habis-habisan terhadap Undang-Undang yang ada sekarang,"katanya.Menurut Mantan Ketua Dewan Pers 2000-2003 itu, masih sedikit orang yang paham dengan kebebasan pers, bahkan para Pejabat Negara sekalipun. Masih banyak hal-hal yang harus dibenahi, terutama masalah Undang-Undang. "Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang masih sering digunakan untuk memperkarakan suatu pemberitaan,"kata Atmakusumah. Soal kritikan terhadap Dewan Pers dari para peneliti di The Habibie Centre maupun masyarakat lainnya, menurut Atmakusumah, sebenarnya Dewan Pers sendiri telah melakukan banyak hal. Dalam catatanya ada berbagai kegiatan serta kasus yang telah diselesaikan. “Selama sekitar 3 tahun saja, Kami melaksanakan 54 Kali Seminar, Talkshow, dan lainnya di 27 Kota/Provinsi, artinya hampir 2 kali setiap bulan diadakan seminar,” ujarnya. Ditambah lagi kasus yang telah diselesaikan melalui Dewan Pers (April 2000-Januari 2004) sebanyak 449 surat pengaduan dari 27 Provinsi dengan melibatkan sedikitnya 209 perusahaan pers.Pada Dasarnya Atmakusumah setuju dengan berbagai penemuan dan kritikan terhadap fungsi Dewan Pers. Menurutnya fungsi Dewan Pers menjadi lima yakni, menampung pengaduan, mengawasi insan pers, menjaga kebebasan pers, advokasi dan pendidikan serta melakukan penelitian. Soal sanksi, menurutnya Dewan Pers adalah moral dan bersifat edukatif bukan sanksi hukum.Para peneliti dari The Habibie Centre dalam diskusi itu berharap Dewan Pers diharapkan dapat berperan optimal sebagai lembaga yang menjaga kebebasan pers sekaligus menjaga kepentingan publik.Ewor