Seorang warga Syiah menangis saat harus di pindahkan dari tempat pengungsian di GOR Bulutangkis, Sampang, Madura, (20/6). Fatwa MUI yang mengatakan bahwa Syiah merupakan aliran sesat membuat ribuan santri dan warga mengusir warga Syiah dari Madura. TEMPO/Fully Syafi
TEMPO.CO, Surabaya-- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Pemerintah Provinsi Jawa Timur tidak melanggar hak anak keluarga Syiah yang dipindah ke Rusun Komplek Puspa Agro Sidoarjo. Pemindahan paksa warga Syiah itu dinilai melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak.
“Pemerintah harus segera mengembalikan hak-hak anak Syiah. Di Indonesia tidak ada satu pun pihak yang boleh mengambil hak anak, sekalipun itu orang tua mereka sendiri, apalagi pemerintah,” kata Pokja Manajemen KPAI, Luthfi Chumaidy, saat mengunjungi anak Syiah di Rusun Komplek Puspa Agro, Sidoarjo, Rabu, 3 Juli 2013.
Luthfi mengatakan, dari hasil kajian yang dilakukan oleh KPAI, Pemprov Jawa Timur sudah mengambil setidaknya 15 hak anak Syiah. Hak itu termasuk hak anak Syiah untuk mendapatkan pendidikan secara wajar, hak untuk mendapatkan hunian yang aman dan layak, hak mendapatkan kesehatan, dan hak untuk bebas bermain.
Akibat pengusiran dari lokasi pengungsian di GOR Sampang, kini anak Syiah mendapatkan tekanan psikologis, dan kecemasan.
Luthfi meminta agar Pemrov Jawa Timur segera mengembalikan hak-hak anak Syiah yang selama ini sudah tercabut. "Dalam kondisi yang darurat ini, hak mereka mau tidak mau harus dikembalikan lagi oleh pemerintah, pemerintah harus bertanggung jawab,” ujarnya.
KPAI Ancam Uji Materi Kebijakan Full Day School ke Mahkamah Agung
18 Juni 2017
KPAI Ancam Uji Materi Kebijakan Full Day School ke Mahkamah Agung
Menurut Ketua Komisi Perlindungan Anak Asrorun Ni'am, pihaknya sudah mengawasi dan mengkaji untuk judicial review ke MA jika full day school dilaksanakan.