TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Hifdil Alim, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi tak terlalu fokus pada pengusutan pembocor surat perintah penyidikan penetapan Anas Urbaningrum sebagai tersangka. "Sprindik itu sebetulnya bukan persoalan yang levelnya sangat serius," kata Hifdil ketika dihubungi, Jumat, 22 Februari 2013.
Apalagi, kata Hifdil, KPK telah mengakui sprindik itu asli. Dia mengatakan, saat ini yang lebih diperlukan adalah menuntaskan substansi korupsi Hambalang. "Kasus Hambalang harus segera dieksekusi, beberapa alat bukti sudah muncul di persidangan, lalu kenapa sampai hari ini masih belum dilanjutkan perkaranya?" kata Hifdil.
Pembentukan komite etik, kata Hifdil, justru dikhawatirkan akan memecah konsentrasi pimpinan KPK untuk menuntaskan kasus. “Kenapa ini menjadi sangat heboh, itu yang saya pertanyakan,” kata dia.
Kemarin, KPK memutuskan membentuk komite etik untuk menyelidiki kebocoran draf sprindik. Komite Etik, kata Johan, akan dibentuk dalam waktu dua pekan mendatang. Komite akan berisi unsur internal dan eksternal KPK.
Berdasarkan hasil penyelidikan internal yang dibentuk dua minggu lalu, KPK menyatakan bahwa dokumen yang beredar luas di sejumlah media massa itu asli. "Dokumen yang beredar itu adalah dokumen milik KPK," ujar juru bicara KPK, Johan Budi S.P., pada saat konferensi pers di kantornya.