Pengadilan Banding Perberat Vonis Gayus  

Reporter

Editor

Kamis, 5 Juli 2012 10:19 WIB

Mantan pegawai Dirjen Pajak, Gayus Halomoan Tambunan ketika menghadiri sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (1/3). Majelis Hakim menjatuhi hukuman 6 tahun penjara dengan denda 1 miliar rupiah subsider 4 bulan kurungan kepada Gayus karena terbukti bersalah menerima gratifikasi, pencucian uang, serta menyuap sejumlah petugas Rumah Tahanan Mako Brimob agar dapat keluar-masuk tahanan. TEMPO/Seto Wardhana

TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi Jakarta memperberat vonis Gayus Halomoan Tambunan dalam kasus korupsi dan pencucian uang. Majelis banding yang dipimpin Yusran Thawab memvonis bekas pegawai pajak golongan rendah itu menjadi delapan tahun penjara.

Juru bicara Pengadilan Tinggi Jakarta Ahmad Sobari mengatakan, Pengadilan Tinggi Jakarta sependapat dengan pengadilan sebelumnya perihal dalil putusan yang terbukti, yakni korupsi yang merupakan perbuatan gabungan yang berdiri sendiri dan kemudian berlanjut pencucian uang.

"Tapi pidana atau hukumannya dipereberat dari enam tahun penjara menjadi delapan tahun penjara,” ujar Ahmad Sobari melalui pesan singkat yang diterima Tempo, Kamis 5 Juli 2012. Selebihnya, Ahmad melanjutkan, pertimbangan hukum majelis banding dalam putusan tersebut adalah sama. Vonis yang dibacakan majelis banding pada 21 Juni 2012 lalu itu sama dengan tuntutan jaksa, yakni delapan tahun penjara.

Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 1 Maret lalu memvonis Gayus Tambunan enam tahun penjara. Pengadilan antikorupsi tingkat pertama juga menghukum Gayus membayar denda Rp 1 miliar atau jika tidak dibayar akan diganti dengan hukuman empat bulan penjara. Gayus divonis atas empat dakwaan sekaligus, yakni kasus korupsi, kasus suap, pidana pencucian uang, dan menyuap petugas Rumah Tahanan Markas Brimob, Kelapa Dua, Depok.

Ahmad menjelaskan, majelis banding memperberat vonis Gayus dengan pertimbangan bahwa perbuatan terdakwa Gayus tidak dapat ditolelir di dalam pergaulkan bermasyarakat yang mencari keuntungan sendiri dari hasil pendapatan pajak. Seharusnya, pajak tersebut pembangunan kesejahteraan rakyat. "Lagipula tindakan tersebut dilakukan terdakwa berulang kali,” kata Ahmad yang juga hakim anggota perkara tersebut.

Menurut Ahmad, pemberatan vonis ini juga sebagai upaya preventif (pencegahan) terjadinya penyalahgunaan lagi di pegawai negeri untuk melakukan hal-hal yang sangat tercela itu. “Ini sangat tercela dalam pergaulan masyarakat dan merugikan pendapatan negara,” katanya.

Ini merupakan perkara Gayus yang ketiga. Dalam perkara pertama, Gayus terbukti menerima suap Rp 925 juta dari Roberto Santonius, konsultan pajak, terkait dengan kepengurusan gugatan keberatan pajak sejumlah perusahaan. Dalam kasus pertama ini, hingga tingkat kasasi, dia divonis 12 tahun. Perkara kedua, Gayus mendapat vonis dua tahun penjara di Pengadilan Negeri Tangerang dalam perkara pemalsuan paspor.

SUKMA LOPPIES

Berita terkait

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

12 jam lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

14 jam lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

22 jam lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

1 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

1 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

1 hari lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

1 hari lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

2 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

2 hari lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

2 hari lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya